PMK 168/2023

Zakat Pegawai Lewat Pemberi Kerja Sekarang Bisa Jadi Pengurang PPh 21

Muhamad Wildan | Senin, 08 Januari 2024 | 09:30 WIB
Zakat Pegawai Lewat Pemberi Kerja Sekarang Bisa Jadi Pengurang PPh 21

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Zakat dan sumbangan keagamaan yang bersifat wajib yang dibayar oleh pegawai tetap lewat pemberi kerja kini dapat menjadi pengurang penghasilan bruto dalam rangka menghitung PPh Pasal 21.

Merujuk pada Pasal 10 ayat (3) huruf c Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023, zakat dan sumbangan keagamaan yang bersifat wajib bisa menjadi pengurang penghasilan bruto sepanjang pemberi kerja menyalurkan zakat dan sumbangan tersebut ke badan amil zakat dan lembaga keagamaan yang diakui pemerintah.

"Pengurangan yang diperbolehkan ... bagi pegawai tetap yaitu ... zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah," bunyi Pasal 10 ayat (3) huruf c PMK 168/2023, dikutip Senin (8/1/2024).

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Dengan demikian, saat ini terdapat 3 pengurang penghasilan bruto ketika pemberi kerja melakukan penghitungan PPh Pasal 21 yakni biaya jabatan, iuran terkait program pensiun dan hari tua, serta zakat.

Dalam PMK sebelumnya yakni PMK 252/2008, hanya terdapat 2 pengurang penghasilan bruto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 yakni biaya jabatan dan iuran pensiun atau hari tua.

Adapun besaran biaya jabatan per tahun dalam PMK 168/2023 masih tetap sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan nilai maksimal Rp6 juta per tahun dan Rp500.000 per bulan, tidak berubah bila dibandingkan dengan besaran biaya jabatan dalam ketentuan sebelumnya.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Perlu dicatat, biaya-biaya pengurang penghasilan bruto pegawai tetap diperhitungkan oleh pemberi kerja untuk menghitung PPh Pasal 21 terutang masa pajak terakhir. Untuk masa pajak Januari-November, PPh Pasal 21 terutang dihitung menggunakan tarif efektif bulanan sesuai dengan PP 58/2023.

PMK 168/2023 telah diundangkan pada tahun lalu dan dinyatakan berlaku sejak 1 Januari 2024. Dengan berlakunya PMK 168/2023, beberapa PMK sebelumnya yakni PMK 250/2008, PMK 252/2008, dan PMK 102/2016 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?