BERITA PAJAK HARI INI

WP UMKM Ganti ke Tarif PPh Umum, Kalau Rugi Tidak Perlu Bayar Pajak

Redaksi DDTCNews | Senin, 29 Januari 2024 | 08:17 WIB
WP UMKM Ganti ke Tarif PPh Umum, Kalau Rugi Tidak Perlu Bayar Pajak

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak UMKM yang beralih dari perhitungan PPh final 0,5% ke tarif umum Pasal 17 UU PPh disebut tidak akan mengalami kenaikan beban pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (29/1/2024).

Penggunaan tarif PPh umum justru dianggap lebih menguntungkan pelaku UMKM. Ditjen Pajak (DJP) lantas menjelaskan alasannya. Dengan membayar pajak menggunakan tarif umum, wajib pajak UMKM tidak perlu membayar pajak apabila usahanya merugi.

"Sedangkan dengan tarif PPh final tidak melihat kondisi untung rugi. UMKM tetap bayar [PPh final] 0,5% dari omzet," tulis DJP dalam saluran media sosialnya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Perlu diketahui, dalam ketentuan umum, PPh akan dihitung terhadap penghasilan kena pajak, yakni penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Sementara itu, PPh final UMKM dikenakan terhadap jumlah peredaran bruto atau omzet.

Sesuai dengan PP 55/2022, wajib pajak orang pribadi UMKM dapat membayar pajak menggunakan skema PPh final maksimal selama 7 tahun pajak dihitung sejak tahun pajak terdaftar.

Sementara itu, wajib pajak orang pribadi UMKM yang sudah memanfaatkan skema PPh final dengan tarif 0,5% sejak 2018 harus membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum mulai 2025. Batasan waktu ini diberikan guna memberikan kesempatan bagi UMKM untuk berkembang.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Selain topik tentang perhitungan PPh UMKM menggunakan tarif umum, ada pula ulasan tentang kewajiban lapor SPT Tahunan secara elektronik, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%, update aplikasi e-form, hingga penjelasan DJP soal perhitungan PPh 21 menggunakan TER.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

UMKM Pakai Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Pelaku UMKM perlu melakukan pembukuan dan pencatatan apabila sudah menggunakan perhitungan tarif Pasal 17 UU PPh.

Wajib pajak UMKM dapat menyelenggarakan pencatatan dan menghitung penghasilan netonya menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) apabila omzetnya tidak lebih dari Rp4,8 miliar.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Untuk menggunakan NPPN, wajib pajak orang pribadi harus menyampaikan pemberitahuan kepada DJP dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

Tak hanya harus menyelenggarakan pembukuan atau menggunakan NPPN, penghasilan kena pajak dari wajib pajak orang pribadi juga bakal dikenai PPh orang pribadi dengan tarif progresif sebesar 5% hingga 35%. (DDTCNews)

Kriteria Wajib Lapor SPT Tahunan Elektronik

SPT Tahunan dapat disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dokumen elektronik. Namun, terdapat beberapa wajib pajak yang diharuskan untuk melaporkan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Merujuk pada Pasal 3a ayat (7) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 243/2014 s.t.d.d PMK 9/2018, terdapat 7 kriteria wajib pajak yang harus menggunakan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik.

Salah satunya, wajib pajak yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik. (DDTCNews)

Tarif PPN Jadi Naik ke 12%?

Tahun 2024 akan menjadi tahun terakhir berlakunya tarif PPN sebesar 11%. Mulai 2025, semestinya tarif PPN akan naik lagi menjadi sebesar 12%.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021.

Namun, kenaikan tarif PPN menjadi sebesar 12% tersebut bisa saja ditunda bila ada intervensi dari pemerintah. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) UU PPN, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi sebesar 15%. (DDTCNews)

Perubahan Proses Bisnis dalam Coretax System

DJP terus bersiap mengimplementasikan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS).

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Penyuluh KPP Badung Utara Jalu Atmojo mengatakan PSIAP akan mereformasi sejumlah proses bisnis pada DJP. Perubahan tersebut juga termasuk 5 proses bisnis yang bakal dirasakan langsung oleh wajib pajak.

Kelima proses bisnis yang akan berdampak langsung pada wajib pajak meliputi pendaftaran, pembayaran, riwayat transaksi atau TAM, layanan edukasi perpajakan, dan pengelolaan SPT.

Misalnya mengenai proses bisnis pendaftaran, PSIAP akan membuat pelayanan tersebut makin mudah karena borderless, multichannel, dan single source of truth. Maksudnya, wajib pajak dapat mendaftar di mana saja dan melalui berbagai saluran, selama datanya tervalidasi oleh data Dukcapil. (DDTCNews)

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Gaji Turun Gara-Gara Hitungan TER Pajak

Tidak sedikit karyawan yang mengeluhkan nominal gaji yang diterima pada Januari 2024 mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat perubahan hitungan pajak melalui skema tarif efektif rata-rata (TER) oleh DJP.

Menurut DJP, hitungan baru Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dinilai tidak akan membebankan para pegawai. DJP mengatakan bahwa implementasi perhitungan pajak menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) hanya untuk menyederhanakan penghitungan.

"Dengan adanya penerapan tarif tersebut, tidak mengakibatkan adanya tambahan beban pajak baru," kata Direktur P2Humas DJP Dwi Astuti. (CNBC Indonesia)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?