Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak dapat mengungkap harta secara sukarela lebih dari sekali. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (17/12/2021).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan program pengungkapan sukarela (PPS) akan berlangsung secara online. Kepada wajib pajak yang mengungkapkan harta akan diterbitkan surat keterangan secara elektronik atau otomatis.
“Wajib pajak dapat melakukan pengungkapan harta lebih dari 1 kali atau melakukan pencabutan pengungkapan harta bersih tersebut, sepanjang dilakukan dalam periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2022,” ujarnya dalam wawancara khusus dengan DDTCNews.
PPS memiliki 2 skema kebijakan. Pertama, skema untuk wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty. Kedua, skema untuk wajib pajak orang pribadi dengan deklarasi harta perolehan 2016—2020. Simak ‘Perincian Ketentuan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak UU HPP’.
Selain mengenai PPS, ada pula bahasan terkait dengan outlook penerimaan pajak pada tahun depan. Kemudian, ada pula bahasan tentang usulan World Bank kepada pemerintah agar menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) dan pajak penghasilan (PPh) final UMKM.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pada saat ini, rancangan peraturan menteri keuangan (PMK) masih dalam proses pembahasan dan diharapkan dapat segera disahkan. Walaupun masih menunggu PMK tersebut terbit, rencananya pelaksanaan PPS dilakukan sepenuhnya secara elektronik.
Untuk mendukung kelancaran program ini, DJP terus mematangkan kesiapan infrastruktur teknologi informasi. Uji coba infrastruktur untuk program ini telah dilakukan beberapa kali dan terus dievaluasi serta dikembangkan sesuai dengan hasil uji coba. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan penyampaian informasi dan sosialisasi UU HPP akan dilakukan efektif agar mudah dimengerti wajib pajak. Salah satu kebijakan yang penting untuk dipahami adalah PPS.
"Sebisa mungkin disampaikan tidak rumit dalam kebijakan HPP. Salah satu yang terpenting adalah PPS," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pengesahan UU HPP dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) menjadi bagian penting dari upaya pemerintah mereformasi fiskal.
Sri Mulyani menuturkan UU HPP dan UU HKPD menyempurnakan berbagai ketentuan sehingga lebih sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini. Menurutnya, pemerintah memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 untuk menyusun kedua undang-undang agar ekonomi pulih lebih cepat.
"Ini akan menjadi suatu hal penting bagi Indonesia untuk memperbaiki dari sisi pendapatan kita, terutama pajak karena kontribusinya yang besar pada pendapatan," katanya. (DDTCNews)
Partner DDTC Fiscal Research and Advisory (FRA) B. Bawono Kristiaji mengatakan proyeksi realisasi penerimaan pajak pada tahun depan akan tergantung pada 3 hal. Pertama, realisasi penerimaan pajak 2021. Kedua, pola pemulihan ekonomi. Ketiga, implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Ada optimisme bahwa target penerimaan pajak 2022 senilai Rp1.265 triliun akan terlampaui,” ujarnya. Ulasan lengkap mengenai proyeksi dari DDTC FRA bisa disimak dalam Fokus Akhir Tahun DDTCNews - Seri 2: Berharap Ratusan Triliun Rupiah dari Implementasi UU HPP. (Kontan/DDTCNews)
World Bank mengestimasi adanya UU HPP dapat meningkatkan penerimaan pajak Indonesia secara bertahap hingga 2025. Implementasi UU HPP diproyeksi akan memberikan tambahan penerimaan pajak sebesar 0,7% hingga 1,2% dari PDB setiap tahunnya terhitung sejak 2022 hingga 2025.
"UU HPP yang baru saja disahkan adalah langkah strategis untuk menyelesaikan masalah rendahnya pemungutan pajak," tulis World Bank dalam laporannya yang berjudul Indonesia Economic Prospects: Green Horizon, Toward a High Growth and Low Carbon Economy. (DDTCNews)
World Bank menilai reformasi kebijakan perpajakan di Indonesia masih perlu dilanjutkan guna menutup tax gap Indonesia yang masih tergolong lebar. Salah satu kebijakan yang perlu direformasi adalah ketentuan threshold PKP.
"Reformasi yang perlu menjadi prioritas antara lain menurunkan threshold PKP dan PPh final UMKM dari Rp4,8 miliar menjadi Rp600 juta," sebut World Bank dalam laporannya berjudul Indonesia Economic Prospects: Green Horizon, Toward a High Growth and Low Carbon Economy. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.