Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pekan ini, pemerintah berencana merilis lagi insentif pajak untuk sektor properti. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (24/6/2019).
Setelah meningkatkan ambang batas harga jual hunian bebas pajak pertambahan nilai (PPN) dan harga jual hunian yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 20%, pemerintah berencana memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 hunian mewah dari 5% menjadi 1%.
“Draf PMK [peraturan menteri keuangan] sudah dibawa ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, tinggal tunggu keluarnya saja,” kata Dirjen Pajak Robert Pakpahan.
Pemangkasan ini akan diatur dalam revisi PMK No.90/2015. Dalam beleid yang berlaku saat ini, rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihan lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi; serta apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya di atas Rp10 miliar dengan luas lebih dari 400 meter persegi dikenai PPh 5% dari harga jual, di luar PPN dan PPnBM.
Beleid terbaru direncanakan keluar pekan ini. Selain itu, pemerintah juga akan membebaskan PPN atas rumah/bangunan korban bencana alam. Hal ini dilakukan guna meringankan beban korban yang ingin kembali memiliki tempat tinggal setelah dilanda bencana alam.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti kinerja APBN 2019 hingga akhir Mei. Hingga akhir bulan kelima tahun ini, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp496,65 triliun. Angka ini tercatat sebesar 31,48% dari target Rp1.577,56 triliun. Pertumbuhannya hanya tercatat 2,4% (year on year/yoy), melambat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu 14%.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan sektor properti telah melemah dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2014, sektor in tumbuh hingga 5,01%. Namun, pertumbuhan terus melambat dalam beberapa tahun terakhir hingga akhirnya pada 2018, sektor ini hanya tumbuh 3,58%. Porsinya terhadap PDB juga stagnan di bawah 3%.
“Kami berharap dengan adanya insentif, sektor properti tumbuh lebih cepat,” ujar Suahasil.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan performa penerimaan hingga akhir Mei 2019 disebabkan oleh kombinasi dua aspek. Pertama, kebijakan pemerintah terkait dengan pajak, terutama percepatan restitusi. Kedua, indikasi pelemahan ekonomi.
“Seperti yang saya sampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami pelemahan. Namun, dari total penerimaan negara, kita masih melihat adanya posisi sentimen pada Mei [efek konsumsi saat Ramadan],” paparnya.
Ditjen Pajak (DJP) belum masih belum mau membeberkan risiko shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak pada tahun ini. Otoritas masih terus mengupayakan pencapaian realisasi penerimaan pajak akan lebih baik dari tahun lalu.
“Walaupun challenging untuk mencapai target 100%, kami upayakan terus untuk lebih baik,” tutur Dirjen Pajak Robert Pakpahan.
Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan pemeriksaan data automatic exchange of information (AEoI) sudah dilakukan. Namun, sambungnya, hasil pemeriksaan belum sepenuhnya dipakai. Dari implementasi AEoI, DJP menemukan warga negara Indonesia (WNI) yang sudah lama bekerja di luar negeri, tapi belum melepas kewarganegaraannya.
“Harus hati-hati, yang dicari adalah tax payer Indonesia yang seharusnya terdaftar di sini,” katanya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.