Gedung Ditjen Pajak. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Aturan baru pada UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah direvisi melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dinilai mampu memberikan fleksibilitas bagi pemerintah ketika memberikan fasilitas PPN.
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan pemerintah tak bisa menerapkan kebijakan apapun terhadap jenis barang dan jasa yang tercantum pada Pasal 4A UU PPN atau sebelum direvisi UU HPP.
"Ini untuk lebih memberikan keadilan dan tepat sasaran. Karena kalau itu (barang dan jasa) menjadi nonobjek [pajak], enggak bisa diapa-apain. Itu di luar sistem seperti barang di luar negeri," katanya, dikutip pada Minggu (12/6/2022).
Dengan memindahkan beberapa jenis barang dan jasa dari Pasal 4A ke Pasal 16B UU PPN, lanjut Hestu, pemerintah menjadi memiliki fleksibilitas untuk menambah ataupun mengurangi pemberian fasilitas PPN ke depannya.
"Dengan mekanisme fasilitas, kami bisa membuat ukuran-ukuran kapan akan dikenakan, seberapa lama, seberapa besar fasilitasnya, atau nanti secara perlahan kami bisa kurangi," ujarnya.
Merujuk pada Pasal 4A UU PPN yang telah direvisi dengan UU HPP, barang dan jasa yang bukan objek pajak adalah objek-objek pajak daerah seperti makanan dan minuman, jasa hiburan, jasa perhotelan, jasa parkir, dan katering. Emas batangan, surat berharga, hingga jasa keagamaan juga masih dikecualikan dari objek pajak.
Barang dan jasa yang awalnya tercantum pada Pasal 4A dan dipindahkan ke Pasal 16B UU PPN antara lain seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, hingga jasa tenaga kerja.
Perincian mengenai pemberian fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan masih akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP). (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.