Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kiri) dan jajaran pejabat eselon I Kemenkeu sebelum mengadakan konferensi pers APBN Kita, Selasa (19/3/2019). (foto: Twitter Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Realisasi pembiayaan utang hingga akhir Februari 2019 sudah mencapai Rp198,37 triliun atau 55,22% dari target dalam APBN Rp359,25 triliun. Realisasi itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,66% dari target.
Pembiayaan utang ini terdiri atas surat berharga negara (SBN) senilai Rp197,10 triliun atau 50,67% dari target Rp388,96 triliun dan pinjaman luar negeri senilai Rp7,67 triliun dan pinjaman neto senilai Rp1,27 triliun. Tingginya utang – terutama SBN – dikarenakan ada strategi front loading yang dijalankan.
“Selain karena dijalankannya strategi front loading, juga ada kegiatan pembayaran SBN yang telah jatuh tempo di 2019 (refinancing),” demikian penjelasan Kementerian Keuangan dalam APBN Kita, seperti dikutip pada Selasa (19/3/2019).
Penerbitan SBN yang cukup tinggi di awal 2019, sambung otoritas, juga difokuskan untuk memperkuat cadangan devisa. Cadangan devisa diperlukan untuk mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Seperti diketahui, salah satu jenis SBN yang diterbitkan pada Februari 2019 adalah green sukuk global dengan nilai total US$2 miliar. Transaksi penerbitan sukuk global memanfaatkan waktu yang tepat setelah terjadinya volatilitas tinggi di pasar modal global.
Pemerintah, lanjut Kemenkeu, menyadari pembiayaan melalui utang memiliki biaya dan risiko. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk mengelola utang secara hati-hati dan akuntabel. Komitmen ini diwujudnyatakan dalam penjagaan jumlah utang dalam batas aman.
“Serta mengendalikan portofolio utang untuk mencapai biaya yang rendah pada tingkat risiko yang minimal,” imbuh Kemenkeu.
Otoritas fiskal mengakui bahwa momentum atau waktu yang tepat sering menjadi penentu di segala aspek kehidupan dan aspek bernegara. Prinsip ini juga diterapkan dalam penerbitan SBN. Apalagi, strategi front loading yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya.
Strategi ini kembali diambil karena 2019 masih menjadi tahun yang tidak dapat diprediksi. Pasalnya, kepastian pasar merupakan tantangan yang harus diwaspadai pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Ketidakpastian juga berdampak pada tingkat imbal hasil (yield) SBN.
Selain itu, upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri dengan lebih fokus pada pendalaman pasar dalam negeri juga mempengaruhi keputusan untuk kembali menerapkan strategi frontloading.
Frontloading, sebagai informasi, merupakan istilah yang digunakan untuk strategi penerbitan SBN di awal tahun dengan jumlah yang cukup banyak. Langkah ini telah mengerek rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 30,33% paa akhir Februari 2018. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.