Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga April 2023 mencapai Rp7.849,89 triliun atau 38,15% dari produk domestik bruto (PDB ).
Berdasarkan Laporan APBN Kita edisi Mei 2023, posisi utang Rp7.849,89 triliun tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan posisi utang ini disebabkan antara lain adanya mutasi pembiayaan.
"[Posisi utang] dipengaruhi oleh mutasi pembiayaan, baik dari instrumen pinjaman maupun SBN, di mana pembayaran cicilan pokok utang pada April lebih besar ketimabang pengadaan/penerbitan utang baru," bunyi laporan tersebut, dikutip pada Kamis (25/5/2023).
Selain itu, penurunan nilai dan rasio utang pemerintah juga disebabkan oleh apresiasi rupiah terhadap major currency valas seperti euro, yen Jepang, dan dolar AS pada April 2023 dibandingkan dengan Maret 2023.
Dengan catatan tersebut, rasio utang pemerintah terhadap PDB hingga April 2023 berada di ambang batas aman, yaitu di bawah 60% PDB sesuai dengan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Lebih lanjut, pemerintah memastikan senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait dengan mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.
Komposisi utang pemerintah hingga akhir April 2023 didominasi oleh utang domestik sebesar 73%. Ini sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dari dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Pemerintah juga mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Hingga April 2023, profil jatuh tempo utang pemerintah terbilang aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) pada kisaran 8 tahun.
Pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang.
Salah satu strateginya ialah mengembangkan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDG (SDG Bond).
"Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan marketing SBN, khususnya SBN Ritel, yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting karena membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi makin efektif dan efisien, serta kredibel," bunyi laporan APBN Kita. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.