APBN KITA

Utang Pemerintah Tembus Rp6.570 Triliun, Ini Siasat Kemenkeu

Dian Kurniati | Senin, 30 Agustus 2021 | 10:15 WIB
Utang Pemerintah Tembus Rp6.570 Triliun, Ini Siasat Kemenkeu

Siluet pekerja dengan latar belakang kawasan pemukiman warga di Mangga Besar, Jakarta, Jumat (20/8/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Juli 2021 mencapai Rp6.570,17 triliun.

Laporan APBN Kita edisi Agustus 2021 menyebut berdasarkan realisasi itu, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 40,51%. Angka itu lebih kecil dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2021 yang sebesar 41,35%. Meski meningkat secara nominal tetapi rasio utang terhadap PDB mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

"[Pembiayaan utang] dikelola secara prudent, fleksibel, dan terukur, terutama untuk menangani Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," bunyi laporan tersebut, dikutip Senin (30/8/2021).

Baca Juga:
Baru! DJP Rilis Update Soal Bupot PPh dan Surat Teguran di Coretax

Laporan itu menyebut utang pemerintah masih didominasi utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Kontribusi SBN terhadap stok utang pemerintah mencapai 87,18% senilai Rp5.727,71 triliun.

SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp4.437,61 triliun, sementara dalam valuta asing Rp1.290,09 triliun. Keduanya diterbitkan dalam bentuk surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN).

Sementara itu, komposisi utang pinjaman dari pinjaman tercatat hanya 12,82% atau senilai Rp842,46 triliun. Angka itu terdiri atas pinjaman dalam negeri Rp12,82 triliun dan pinjaman luar negeri Rp829,76 triliun.

Baca Juga:
DJP Terbitkan Buku Manual Modul SPT Masa PPh Unifikasi, Unduh di Sini

Pemerintah menyatakan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat pandemi Covid-19 menyebabkan posisi utang pemerintah pusat secara nominal meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pemerintah menegaskan tetap senantiasa memantau dan menjaga target risiko utang agar sesuai dengan indikator risiko yang ditargetkan.

Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah antara lain memanfaatkan fleksibilitas instrumen utang, memanfaatkan pinjaman luar negeri yang biayanya lebih efisien, mengonversi pinjaman ke pinjaman dengan biaya murah dan risiko yang rendah, serta melakukan debt swap. Cara yang terakhir disebut, debt swap, adalah mekanisme pembayaran utang dengan menukarnya menjadi program pembangunan tertentu yang menjadi perhatian negara donor.

Kemudian dari sisi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), pemerintah juga berupaya menerbitkannya dengan biaya yang efisien dan memanfaatkan dukungan Bank Indonesia (BI) sebagai standby buyer serta melakukan liabilities management untuk menekan biaya utang di masa depan. Secara tidak langsung, cara ini bisa mengurangi jumlah utang.

Baca Juga:
PMK 81/2024 Ubah Aturan Penyetoran PPh PHTB oleh Instansi Pemerintah

Pemerintah menegaskan akan menjaga komposisi utang domestik lebih besar daripada utang valuta asing. Selain pinjaman luar negeri yang memang direncanakan lebih kecil porsinya, kepemilikan SBN oleh asing juga sudah jauh menurun.

Hingga 4 Agustus 2021, porsi kepemilikan SBN oleh investor asing hanya sebesar 22,56%, sedangkan pemegang SBN terbesar adalah bank domestik sebesar 32,23%.

Selain itu, pemerintah terus mengupayakan berbagai alternatif pembiayaan untuk mendukung kelanjutan pembangunan infrastruktur demi mengurangi beban APBN. Inovasi pembiayaan yang dimaksud, seperti menjalankan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta blended financing.

"Meski demikian, pemerintah akan tetap memantau berbagai faktor risiko yang perlu diwaspadai, seperti akses dan kecepatan vaksinasi yang belum merata," bunyi laporan tersebut. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 04 Februari 2025 | 16:47 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Update Soal Bupot PPh dan Surat Teguran di Coretax

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:00 WIB CORETAX DJP

DJP Terbitkan Buku Manual Modul SPT Masa PPh Unifikasi, Unduh di Sini

Selasa, 04 Februari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Cegah Penerapan UTPR Pajak Minimum Global, AS Siapkan Skema Retaliasi

Selasa, 04 Februari 2025 | 12:00 WIB PMK 81/2024

PMK 81/2024 Ubah Aturan Penyetoran PPh PHTB oleh Instansi Pemerintah

BERITA PILIHAN
Selasa, 04 Februari 2025 | 17:39 WIB KELAS PPH PASAL 21 (6)

Ketentuan Tarif PPh Pasal 21 Pasca Tarif Efektif Rata-Rata (TER)

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:47 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Update Soal Bupot PPh dan Surat Teguran di Coretax

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:15 WIB PER-30/BC/2024

Bea Cukai Ubah Aturan Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari TPB

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:00 WIB CORETAX DJP

DJP Terbitkan Buku Manual Modul SPT Masa PPh Unifikasi, Unduh di Sini

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:33 WIB OPINI PAJAK

Menjadikan Pajak sebagai Instrumen Alternatif Memberantas Korupsi

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Tagih Tunggakan Pajak 5,4 Juta Kendaraan, Begini Strategi Pemprov

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:00 WIB FOUNDER DDTC DARUSSALAM:

‘Pajak Tidak Boleh Dipungut secara Sewenang-wenang’

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ubah Data Alamat Wajib Pajak di Coretax DJP

Selasa, 04 Februari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Cegah Penerapan UTPR Pajak Minimum Global, AS Siapkan Skema Retaliasi