Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat posisi utang pemerintah pada akhir Juni 2024 senilai Rp8.444,87 triliun.
Laporan APBN Kita edisi Juli 2024 menyatakan rasio utang tersebut terhadap PDB tercatat 39,13%. Posisi utang tersebut, baik secara nominal maupun rasio, mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya, yaitu Rp8.353 triliun atau 38,71% dari PDB.
"Rasio utang per akhir Juni 2024 yang sebesar 39,13% terhadap PDB, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU 17/2003 tentang Keuangan Negara," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Jumat (26/7/2024).
Pemerintah menyatakan konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.
Selain masih sesuai dengan UU Keuangan Negara, rasio utang dinilai aman karena mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang, serta dilakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Pada akhir Juni 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) selama 7,98 tahun.
Mayoritas utang pemerintah pun berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12%. Hal itu selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Sementara itu, berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 87,85%. Pasar SBN yang efisien dinilai akan meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.
Dengan aktivitas pembiayaan utang melalui penerbitan SBN tersebut, pemerintah turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik.
SBN juga turut menyediakan referensi untuk menentukan harga instrumen pasar keuangan lainnya dan digunakan oleh para pelaku pasar untuk mengelola risiko suku bunga.
Selanjutnya, pemerintah terus berupaya mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang.
Salah satu strateginya ialah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).
"Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting, mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi makin efektif dan efisien, serta kredibel," bunyi laporan APBN Kita.
Laporan ini menambahkan pengelolaan utang pemerintah yang disiplin turut menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit seperti S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR yang hingga saat ini tetap mempertahankan sovereign credit rating Indonesia.
Credit rating tersebut masih berada pada level investment grade di tengah dinamika perekonomian global dan volatilitas pasar keuangan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.