UTANG LUAR NEGERI

Utang Luar Negeri Indonesia Melambat, Ada Apa?

Redaksi DDTCNews | Selasa, 15 Oktober 2019 | 13:58 WIB
Utang Luar Negeri Indonesia Melambat, Ada Apa?

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Agustus 2019 tercatat senilai US$393,5 miliar (sekitar Rp5.568 triliun). Angka ini mengalami pertumbuhan 8,8% secara tahunan.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia pada akhir Agustus 2019 tersebut terbagi atas utang pemerintah dan bank sentral US$196,3 miliar serta utang swasta – termasuk BUMN – senilai US$197,2 miliar. ULN tumbuh 8,8%, lebih rendah dibandingkan dengan Juli 2019 sebesar 10,9%.

“Ini terutama dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto ULN. Perlambatan pertumbuhan ULN tersebut disebabkan oleh menurunnya posisi ULN publik dan ULN swasta dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya,” jelas BI dalam keterangan resmi, Selasa (15/10/2019).

Baca Juga:
BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

Perlambatan pertumbuhan terjadi baik untuk ULN pemerintah maupun ULN sektor swasta. ULN pemerintah tercatat tumbuh 8,6% menjadi US$194,5 miliar. Pertumbuhan itu lebih rendah dari bulan sebelumnya 9,7%, ULN swasta tercatat tumbuh 9,3%, turun dari bulan sebelumnya 12,6%.

Selain tumbuh melambat, posisi ULN pemerintah juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan berkurangnya posisi surat berharga negara (SBN) yang dimiliki oleh investor asing.

Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian di pasar keuangan global seiring dengan ketegangan perdagangan yang masih berlanjut dan risiko geopolitik yang meningkat. Pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan.

Baca Juga:
Inflasi Diekspektasikan Rendah, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Adapun porsi terbesar pembangunan berada pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (18,9% dari total ULN pemerintah), sektor konstruksi (16,4%), sektor jasa pendidikan (15,9%), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,2%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (13,9%).

Sementara, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian. Adapun pangsa ULN di keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,6%.

Otoritas moneter menilai struktur ULN Indonesia masih tetap sehat didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolannya. Kondisi tersebut tercermin dari beberapa indikator, salah satunya adalah rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir Agustus 2019 sebesar 36,1% atau membaik dibandingkan posisi bulan sebelumnya.

Baca Juga:
Tak Patuhi Aturan DHE SDA, DJBC Blokir Layanan Ekspor 176 Perusahaan

Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan porsi sebesar 88,1% dari total ULN. BI melihat ULN Indonesia masih terkendali dengan struktur yang tetap sehat.

Otoritas moneter akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memantau perkembangan ULN yang didikung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan dioptimalkan.

“Peran ULN akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” imbuh BI. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 28 Januari 2025 | 08:30 WIB KEBIJAKAN MONETER

BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

Rabu, 15 Januari 2025 | 16:25 WIB KEBIJAKAN MONETER

Inflasi Diekspektasikan Rendah, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Sabtu, 11 Januari 2025 | 13:37 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Patuhi Aturan DHE SDA, DJBC Blokir Layanan Ekspor 176 Perusahaan

Kamis, 09 Januari 2025 | 15:00 WIB KINERJA MONETER

Efek Pajak hingga Utang, Cadangan Devisa Naik Jadi US$155,7 Miliar

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP