ANALISIS PAJAK

Urgensi Pajak Minuman Berpemanis

Rabu, 27 Februari 2019 | 11:03 WIB
Urgensi Pajak Minuman Berpemanis

Wulan Clara Kartini,
DDTC Consulting

PENINGKATAN prevalensi berat badan berlebih (overweight) dan obesitas telah terjadi di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) juga telah merekomendasikan agar negara-negara perlu melakukan kebijakan fiskal yang dapat memengaruhi pola konsumsi masyarakat.

Salah satu jenis produksi industri yang harus dapat dikendalikan adalah minuman berpemanis (sugar-sweetened beverages). Beberapa peneliti telah mencoba mengkaji pengaruh minuman berpemanis bagi kesehatan. Malik, Schulze, dan Hu (2006) meneliti hubungan antara konsumsi minuman berpemanis terhadap kenaikan berat badan.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif antara konsumsi minuman berpemanis dan berat badan. Peningkatan konsumsi minuman berpemanis berhubungan signifikan terhadap kenaikan berat badan dan risiko obesitas yang lebih besar, baik pada anak-anak maupun dewasa. Kelebihan berat badan dan obesitas menyebabkan risiko kesehatan seperti penyakit kardiovaskuler, yaitu jantung dan stroke, kanker, penyakit pernafasan kronis, dan diabetes.

Menurut riset M.Ng et al, sebagaimana dikutip Hammer (2018), pada 2010, obesitas memiliki kontribusi terhadap 3,4 juta kematian terutama yang disebabkan dari penyakit kardiovaskuler. Penelitian membuktikan apabila terus dibiarkan kenaikan obesitas dapat menyebabkan turunnya angka harapan hidup.

Hammer (2018) menyatakan di antara strategi yang diusulkan untuk memerangi obesitas salah satunya adalah dengan menerapkan pajak atas minuman berpemanis. Pemajakan minuman berpemanis dinilai beberapa pihak sangat efektif memerangi dampak buruk obesitas.

WHO melihat penerapan pajak atas minuman berpemanis diambil dari konsep ‘Tax Pigovian’ yang pertama kali dikemukakan oleh Arthur Pigou (1877-1959). Mankiw (2004) mengemukakan pengertian Pajak Pigovian adalah pajak yang diberlakukan untuk memperbaiki dampak dari eksternalitas negatif.

Dalam hal ini, WHO menilai penerapan pajak atas minuman berpemanis adalah sebagai bentuk perbaikan dampak eksternalitas negatif dari minuman berpemanis dengan tujuan untuk menutupi kerugian ekonomi dari obesitas.

Penerapan
SAAT ini, banyak negara-negara yang telah menerapkan pajak atas minuman berpemanis untuk mencegah obesitas dan untuk menaikan pendapatan dalam rangka program kampanye kesehatan. Negara-negara sebagaimana dimaksud, antara lain Meksiko, Perancis, dan Inggris.

Meksiko mulai mengenakan cukai atas minuman berpemanis sejak 2014. Pengenaan cukai sebesar Mex$1 per liter atau sekitar 9% dari harga produk. Data Pemerintah Meksiko dan WHO menunjukkan bahwa tingkat prevalensi obesitas penduduk Meksiko cukup tinggi.

Akhirnya, Pemerintah Meksiko memutuskan membatasi konsumsi minuman berpemanis dengan jalan mengenakan pajak atas jenis minuman berpemanis tersebut. Minuman berpemanis dianggap sebagai penyebab utama kenaikan berat badan dan obesitas di Meksiko dengan kontribusi tambahan gula dalam pola makan mencapai 70%.

Sementara itu, aturan pajak atas minuman berpemanis di Prancis diterapkan sejak 2012. Prancis memberlakukan soft drink tax, yaitu pajak atas minuman yang mengandung tambahan gula atau pemanis dan juga minuman sari buah dan minuman rasa. Pajak yang dikenakan adalah sebesar Eu7,16 sen per liter untuk minuman dengan tambahan gula atau rata-rata sekitar 6% dari harga produk.

Contoh lainnya adalah Inggris yang telah mengumumkan adanya soft drinks industry levy (SDIL) pada 2016 atau lebih dikenal dengan sebutan sugar tax. Aturan itu sendiri mulai berlaku pada 2018.

Dalam undang-undang tersebut, pajak tambahan akan dikenakan untuk setiap minuman dengan kandungan gula sebanyak 5 gram atau lebih untuk setiap 100 mililiter minuman,dan tambahan biaya yang lebih tinggi lagi pada minuman dengan kandungan gula 8 gram atau lebih untuk setiap 100 mililiter minuman. Alasan utama Pemerintah Inggris memberlakukan undang-undang tersebut adalah masalah obesitas nasional, terutama pada anak-anak.

Posisi Indonesia
LANTAS, bagaimana di posisi Indonesia? Apakah Indonesia dipandang perlu menerapkan pajak atas produk-produk minuman berpemanis sebagaimana yang telah diterapkan oleh berbagai negara di dunia?

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pemberlakuan pajak atas minuman berpemanis adalah untuk mengurangi prevalensi berat badan berlebih dan obesitas yang kian hari semakin meningkat. Sementara itu, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, tingkat obesitas pada orang dewasa di Indonesia meningkat menjadi 21,8%. Persentase tersebut meningkat dari tahun-tahun sebelumnya karena angka obesitas pada 2013 hanya mencapai 14,8%.

Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Budi Wiweko menyatakan salah satu pemicu terjadinya obesitas dalam masyarakat Indonesia saat ini adalah pola konsumsi makanan dan minuman manis. Konsumsi makanan dan minuman manis menjadi sulit dihindari karena banyak tersedia di pasaran dan mudah diakses warga.

Apabila dilihat dari risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat obesitas, seperti penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit pernafasan kronis, dan diabetes maka sudah barang tentu perlu adanya pencegahan dini dari pemerintah. Salah satunya melalui penerapan pajak atas produk-produk minuman berpemanis sebagaimana yang telah diterapkan di berbagai negara.

Namun, paling tidak terdapat tiga hal yang perlu dikaji ulang sebelum penerapan pajak atas produk-produk minuman berpemanis ini.Pertama, pengkajian ulang apakah yang menjadi faktor terbesar dari meningkatnya obesitas di Indonesia disebabkan oleh meningkatnya konsumsi atas minuman berpemanis atau justru terdapat faktor lainnya.

Kedua, pengkajian ulang apakah keterkaitan antara banyaknya konsumsi minuman berpemanis dan obesitas sudah teruji jelas. Menurut Marlow dan Abdukadirov (2018), belum terdapat bukti yang dapat meyakinkan bahwa kandungan dalam gula dapat berkontribusi dalam menaikan berat badan. Atas hal ini diperlukan kajian lebih lanjut dari pakar nutrisi.

Ketiga, pengkajian ulang apakah dengan diterapkannya pajak atas minuman berpemanis dapat memengaruhi faktor ekonomi dari distributor penyedia minuman berpemanis. Dari ketiga kajian itulah selayaknya pemerintah bisa sampai pada keputusan, memajaki minuman berpemanis atau tidak.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 23 September 2024 | 17:43 WIB ANALISIS PAJAK

Paradoks Artificial Intelligence dalam Konteks Penghindaran Pajak

Selasa, 17 September 2024 | 17:11 WIB ANALISIS PAJAK

Adakah Isu Transfer Pricing atas Biaya Recharge Antarperusahaan?

Selasa, 17 September 2024 | 16:31 WIB ANALISIS PAJAK

Munculnya Significant Robot Function dalam Atribusi Penghasilan BUT

BERITA PILIHAN