PEMENUHAN kewajiban pajak di Indonesia menganut sistem self assessment. Sistem tersebut memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya secara mandiri. Alhasil, kepatuhan pajak menjadi kunci optimalnya kinerja penerimaan pajak.
Namun, dalam kenyataannya, masih dijumpai tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. Terhadap tunggakan pajak tersebut akan dilakukan serangkaian tindakan penagihan pajak di antaranya berupa pencegahan. Lantas, apa itu pencegahan?
Guna memahami makna dari pencegahan dalam penagihan pajak harus terlebih dahulu memahami pengertian pencegahan dalam ketentuan keimigrasian. Sebab, berdasarkan Pasal 32 UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), pencegahan dilakukan berdasarkan UU keimigrasian.
Merujuk Pasal 1 angka 28 UU 6/2011 tentang Keimigrasian, pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh undang-undang.
Orang dalam hal ini bukan hanya warga negara Indonesia, tetapi juga warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia. Pelaksanaan pencegahan tersebut harus dilakukan dengan alasan yang jelas karena bersinggungan dengan penghormatan, perlindungan, dan pemajuan HAM.
Untuk itu, Menteri Hukum dan HAM atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk hanya dapat melakukan pencegahan berdasarkan sejumlah alasan atau pertimbangan di antaranya berupa keputusan menteri keuangan sesuai dengan tugasnya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tindakan menteri keuangan dalam menetapkan keputusan pencegahan berkaitan dengan masalah keuangan negara. Masalah keuangan negara tersebut di antaranya menyangkut piutang negara, termasuk juga piutang pajak.
Namun, pelaksanaan pencegahan oleh menteri keuangan sebagai upaya penagihan pajak harus memenuhi ketentuan. Adapun ketentuan mengenai pencegahan dalam rangka penagihan pajak diatur dalam UU PPSP dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023.
Berdasarkan kedua beleid tersebut, pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan ini diperlukan sebagai salah satu upaya penagihan. Namun, agar pelaksanaan pencegahan tidak sewenang-wenang maka pelaksanaan pencegahan diberikan syarat-syarat tertentu baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Sementara itu, syarat kuantitatif yang dimaksud adalah penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100 juta. Adapun syarat kualitatif yang dimaksud adalah penanggung pajak diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak (Pasal 29 UU PPSP).
Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) PMK 61/2023, terdapat 2 kriteria yang menjadi pertimbangan penanggung pajak diragukan iktikad baiknya. Pertama, tidak melunasi utang pajak baik sekaligus maupun angsuran, walaupun telah diberitahukan surat paksa.
Kedua, menyembunyikan atau memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai, termasuk akan membubarkan badan, setelah timbulnya utang pajak. Kedua alasan tersebut bisa bersifat kumulatif atau hanya memenuhi salah satunya.
Dengan demikian, pencegahan dilaksanakan dengan selektif dan hati-hati. Merujuk Pasal 30 ayat (1) UU PPSP, pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh menteri keuangan atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan.
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-09/PJ/2020, usulan pencegahan harus didahului dengan pelaksanaan gelar perkara. Gelar perkara itu dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa suatu utang pajak valid.
Selain itu, gelar perkara tersebut dilakukan untuk memberikan keyakinan jika penanggung pajak yang diusulkan pencegahan adalah pihak yang menurut kewajaran dan kepatutan harus diminta pertanggungjawaban atas pembayaran utang pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan dalam pelaksanaan penagihan pajak dapat disimak dalam UU Keimigrasian, UU PPSP, PMK 61/2023, dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-09/PJ/2020. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.