Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji seusai jumpa pers 'Outlook dan Tantangan Sektor Pajak 2019: Berebut Suara Wajib Pajak' di Menara DDTC, Kamis (13/12/2018). (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Upaya pengamanan target penerimaan pajak 2019 masih cukup menantang. Hasil riset dari DDTC Fiscal Research ini disajikan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (14/12/2018).
DDTC Fiscal Research memproyeksi risiko shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak masih ada pada tahun depan. Dengan target dalam APBN 2019 senilai Rp1.577,6 triliun, realisasi diproyeksi hanya berada di kisaran 91,9%-94,5%.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji melihat pada tahun politik biasanya tidak ada terobosan yang sifatnya besar. Namun, demikian, dia menilai ada potensi yang cukup bagus jika otoritas dapat mengoptimalkan penggunaan data automatic exchange of information (AEoI).
Selain itu, beberapa media nasional juga membahas terkait pembahasan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan pemerintah masih menunggu pembahasan dengan DPR.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
DDTC Fiscal Research memproyeksi realisasi penerimaan pajak tahun depan akan berada di kisaran Rp1.450,0 triliun hingga Rp1.491,2 triliun, dari target Rp1.577,6 triliun. Sementara, pada 2018, realisasi penerimaan pajak diproyeksi sekitar Rp1.291,7 triliun hingga Rp1.322,5 triliun, lebih rendah dari outlook pemerintah Rp1.350,9 triliun dan target Rp1.424,0 triliun.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji meminta agar Ditjen Pajak dapat mengoptimalkan penggunaan data AEoI yang sudah mulai diterima pada tahun ini. Penggunaan data AEoI ini diproyeksi akan membantu pengamanan target penerimaan di tahun politik.
Terdapat empat tren pajak global yang juga perlu untuk diperhatikan lebih lanjut oleh Indonesia, yakni adanya tren kompetisi pajak untuk menggenjot ekonomi dan daya saing, meningkatnya kontribusi penerimaan pajak konsumsi, adanya upaya mencegah penghindaran pajak dan kerjasama pertukaran informasi, serta munculnya berbagai terobosan administrasi dalam meningkatkan kepatuhan.
Perbaikan kinerja komoditas sumber daya alam yang telah cukup membantu performa penerimaan pajak tahun ini tidak dapat terus diandalkan untuk 2019. Kinerja komoditas tersebut sangat fluktuatif dan dipengaruhi faktor gloal.
Bawono berpendapat pemerintah masih bisa berharap pada sektor manufaktur yang hingga saat ini masih mengambil porsi 30% penerimaan pajak. Selain itu, penjagaan konsumsi rumah tangga juga masih bisa dilakukan.
Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan pembahasan rencana pembentukan otoritas pajak yang lepas dari Kementerian Keuangan masih menunggu DPR. Hal ini dikarenakan rencana itu termuat dalam revisi UU KUP.
“Kita tunggu saja pembahasan di DPR. Kalau akhir tahun ini tidak mungkin. Secepatnya saja,” katanya.
B. Bawono Kristiaji mengatakan transformasi lembaga otoritas pajak yang lebih independen berpotensi meningkatkan pelayanan. Dengan demikian, kepatuhan pajak akan meningkat dan penerimaan pajak membaik. Namun, harus ada lembaga pengawasan yang kuat.
“Kita tahu ada Komite Pengawas Perpajakan. Bila Ditjen Pajak bertransformasi maka, kita harus memperkuat komite tersebut, sehingga hak-hak wajib pajak itu terus terpenuhi ketika otoritas pajak memiliki kekuatan yang lebih besar dan lebih independen,” jelasnya.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan hingga 10 Desember 2018, penerimaan negara dari barang impor e-commerce mencapai Rp1,13 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp236 miliar berasal dari bea masuk dan Rp896 miliar dari pajak impor. Dia pun optimistis aktivitas impor e-commerce akan terus meningkat.
“Lima tahun terakhir meningkat pesat sekali. Angkanya mesti kita lihat tapi yang jelas meningkat tajam,” tegas Heru. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.