Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur tata cara pemeriksaan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021.
Dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Ruang lingkup pemeriksaan…dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan,” bunyi Pasal 3 PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, dikutip pada Selasa (24/10/2023).
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan dilakukan terhadap wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Pertama, wajib pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP.
Kedua, terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Ketiga, wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Pasal 17B UU KUP).
Keempat, wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Kelima, wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi.
Keenam, wajib pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Ketujuh, wajib pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.
Kedelapan, wajib pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT, tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko;
Kesembilan, wajib pajak menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.
Kesepuluh, Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan atau telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.