Menkeu
JAKARTA, DDTCNews—Perlombaan antar negara dalam menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas suatu perusahaan semakin bergejolak. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meramaikan perlombaan itu dengan rencana penurunan tarif PPh Perusahaan dari sebesar 35% menjadi hanya 15% saja.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penurunan tarif pajak tersebut bisa mempengaruhi kondisi perpajakan internasional, bahkan Indonesia juga bisa mendapatkan dampak tersebut. Untuk itu, pemerintah RI akan semakin mengikuti pergerakan atas perlombaan penurunan tarif pajak di berbagai negara, tidak hanya menyoroti kebijakan AS saja.
"Kami akan tetap mencoba melindungi Indonesia di tengah perubahan kebijakan internasional, sehingga pemungutan pajak di Indonesia tidak tererosi karena kebijakan tersebut. Pemerintah masih meneliti lebih lanjut dampak-dampak yang bisa terjadi atas berlakunya kebijakan itu, baik dari rezim worldwide maupun teritorial," ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta, Rabu (6/12). Tak hanya Indonesia yang menjalankan reformasi pajak, bahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Reformasi Pajak yang dicanangkan Trump dan Partai Republik telah disahkan oleh Senat AS. Dikabarkan, penurunan tarif pajak yang dilakukan oleh Trump sejatinya untuk mengurangi pengenaan pajak bagi para pengusaha. Namun, pemerintah Indonesia masih belum membeberkan informasi mengenai rencana penurunan tarif pajak. Mengingat pemerintah masih menggodok draf RUU PPh untuk segera direvisi dalam rangka menjalankan reformasi perpajakan. Lebih jauh, reformasi perpajakan Indonesia melalui revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pun kembali molor. Pasalnya melakui Sidang Paripurna, DPR telah mengulur pembahasan RUU KUP selama satu masa sidang. Sementara itu, Dirjen Pajak Robert Pakpahan menegaskan reformasi pajak yang tengah dilakukan pemerintah Indonesia meliputi berbagai aspek. Robert sangat yakin Ditjen Pajak akan memiliki sistem yang sangat baik pada masa mendatang melalui reformasi tersebut. "Kami ingin perbaikan di ranah Ditjen Pajak tidak perlu terpisah-pisah, semuanya bisa terintegrasi dan menyatu. Perbaikan sistem yang bisa dilakukan seperti merekam SPT, mencatat akun tax payer, merekam pemeriksaan, menagih, hingga menerima informasi aset wajib pajak. Kami punya SIDJP dan CRM yang bisa menunjang pembangunan core tax," pungkasnya. (Gfa/Amu) Cek berita dan artikel yang lain di Google News. Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax
PPN Jadi Naik, Berikut Daftar Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi 2025!
Resmi! Pemerintah Umumkan PPN Tetap Naik Jadi 12% Mulai 1 Januari 2025
Sri Mulyani Waspadai Dampak Kebijakan Trump terhadap Ekonomi Indonesia
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan
PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?
9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku
Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan
Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?