AMERIKA LATIN

Tiru 2 Negara Ini, Pajak Kekayaan Bisa Jadi Tren

Denny Vissaro | Senin, 12 Juli 2021 | 11:11 WIB
Tiru 2 Negara Ini, Pajak Kekayaan Bisa Jadi Tren

Ilustrasi. 

SUCRE, DDTCNews – Berbagai negara merespons dampak ekonomi yang ditimbulkan pandemi Covid-19 dengan mengincar kontribusi pajak lebih besar dari orang kaya. Hal ini juga merupakan langkah untuk mereplikasi upaya yang sudah dilakukan beberapa negara Amerika Latin sebelumnya.

Salah satu aspek yang mendorong langkah tersebut adalah berubah drastisnya struktur penerimaan pajak di Amerika Latin. Kontribusi pajak penghasilan (PPh) dari individu menurun dari 23,5% pada 2019 menjadi 9,2% pada 2020.

Kepala Manajemen Fiskal Inter-American Development Bank Emilio Pineda mengatakan kenaikan tarif PPh menjadi opsi yang tidak memungkinkan karena akan membuat aktivitas masyarakat bergeser ke sektor informal dan mendorong terjadinya protes besar-besaran, seperti yang terjadi di Kolombia.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

“Oleh karena itu, pemajakan terhadap kelompok individu kaya menjadi fokus utama negara-negara Amerika Latin,” ujar Kepala Manajemen Fiskal Inter-American Development Bank Emilio Pineda, dikutip dari Tax Notes International Volume 103 Juli 2021, Senin (12/7/2021).

Sebagai contoh, pajak atas kekayaan dalam bentuk wealth tax yang dikenakan atas menghasilkan penerimaan 2 kali lipat dari target. Per April 2021, pemerintah Bolivia berhasil mengumpulkan BOB 224,1 juta atau setara dengan Rp471,2 miliar dari 203 wajib pajak kaya.

Sebagai informasi, pajak tersebut dikenakan kepada orang yang memiliki kekayaan di atas BOB30 juta atau Rp60,7 miliar. Simak juga ‘152 Orang Kaya Bakal Kena Pajak Baru

Baca Juga:
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Tarif pajak kekayaan sebesar 1,4% akan dikenakan kepada wajib pajak dengan kekayaan mencapai BOB30 juta hingga BOB40 juta. Pada lapisan kekayaan BOB40 juta hingga BOB50 juta, tarif yang dikenakan mencapai 1,9%. Tarif sebesar 2,4% dikenakan atas lapisan kekayaan di atas BOB50 juta.

Pajak kekayaan akan dikenakan setiap satu tahun dan berlaku secara permanen atas orang yang tinggal di Bolivia, baik warga negara Bolivia maupun warga negara asing. Pajak ini juga dikenakan atas harta yang ditempatkan di Bolivia serta harta yang ditempatkan di luar yurisdiksi Bolivia. Adapun wajib pajak yang tidak patuh akan dikenakan sanksi sebesar 200% dari pajak yang seharusnya dibayar.

Argentina juga mengenakan pajak solidaritas pada wajib pajak dengan kekayaan minimum sebanyak ARS 200 juta atau Rp30,2 miliar. Per April lalu, pemerintah Argentina telah mengumpulkan ARS223 juta atau 80% dari target yang ditetapkan.

Baca Juga:
Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

Saat ini, pemerintah Argentina beralih fokus pada penelusuran 3.000 wajib pajak yang dinilai berisiko tidak patuh dan menyelesaikan 300 sengketa terkait dengan pemajakan ini.

Masih dikutip dari Tax Notes International, penerapan pajak solidaritas di Argentina ini cukup kontroversial, sebab Argentina sebenarnya sudah memiliki pajak kekayaan yang diterapkan setiap tahun.Ulasan terkait dengan pajak solidaritas juga bisa dibaca dalam Fokus 'Pajak, Solidaritas, dan Ketimpangan Pascapandemi'. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:35 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

Rabu, 16 Oktober 2024 | 12:00 WIB KILAS BALIK PERPAJAKAN 2014-2024

Satu Dekade Kebijakan Perpajakan Jokowi

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja