Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar dan tanaman mangrove di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Sumatera, Mendahara, Tanjungjabung Timur, Jambi, Rabu (10/8/2022). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.
BANDUNG, DDTCNews - Pemerintah mengubah acuan rentang harga referensi produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk penetapan bea keluar.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan PMK 123/2022 kini mengatur harga referensi CPO di atas US$680 bakal kena bea keluar, lebih rendah dari ketentuan yang lama US$750.
Menurutnya, kebijakan itu dilakukan sebagai bagian dari strategi mengamankan pasokan CPO dan produk turunannya di dalam negeri.
"Threshold-nya diturunin itu berarti sinyal dari pemerintah untuk lebih mengamankan kebutuhan dalam negeri karena pengenaan bea keluar itu adalah barrier to export," katanya, Kamis (11/8/2022).
Nirwala menuturkan penurunan batasan harga referensi CPO yang kena bea keluar tersebut juga dapat diartikan sebagai kompensasi karena pemerintah sempat melarang ekspor ketika harga minyak goreng melonjak. Dalam hal ini, petani tetap dapat mengekspor CPO meski batasan harga referensi CPO yang kena bea keluar turun.
Dia menilai penurunan penurunan batasan harga referensi CPO yang kena bea keluar itu tetap tidak bertentangan dengan percepatan ekspor atau flush out atas komoditas tersebut.
Pada program flush out ini, pemerintah melalui PMK 115/2022 memutuskan untuk menurunkan tarif pungutan ekspor atas CPO dan produk turunannya menjadi US$0 sejak 15 Juli sampai dengan 31 Agustus 2022. Langkah percepatan ekspor ditempuh untuk meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani.
Nirwala menambahkan pemerintah juga tidak khawatir apabila kebijakan dalam PMK 123/2022 akan berdampak pada penurunan ekspor CPO dan produk turunannya, yang pada akhirnya turut berefek ke penerimaan bea keluar.
"Enggak apa-apa karena untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ujarnya.
PMK 123/2022 merevisi acuan rentang harga referensi CPO, dari yang sebelumnya diatur dalam PMK 98/2022. Revisi itu dilakukan untuk mengantisipasi perubahan harga CPO di pasar global dan sejalan dengan kebijakan hilirisasi.
Beleid tersebut memuat perincian perubahan acuan harga referensi CPO dan produk turunannya yang dikenakan bea keluar. Meski demikian, kelompok tarif bea keluar tetap ada 17 kelompok.
Pada kolom 1, kini diatur harga referensi sampai dengan US$680 per ton, lebih rendah dari ketentuan sebelumnya yang sampai dengan US$750. Misal untuk CPO, jika harganya sampai dengan US$680 per ton akan dikenakan tarif bea keluar US$0.
Namun, jika harga referensinya US$680 sampai dengan US$730 per ton, tarif bea keluar yang dikenakan atas ekspor CPO senilai US$3 per ton. Harga referensi itu lebih kecil dari sebelumnya yang senilai US$750 sampai dengan US$800.
Tarif bea keluar tertinggi akan dikenakan apabila harga referensinya mencapai lebih dari US$1.430 per ton, yakni US$288 per ton. Sebelumnya, tarif bea keluar US$288 per ton akan berlaku jika harga referensinya lebih dari US$1.500 per ton. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.