Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan usulan perubahan PP 73/2019. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonsultasikan rencana amendemen Peraturan Pemerintah (PP) 73/2019 kepada DPR.
Revisi beleid tersebut akan dilakukan untuk memberikan selisih yang lebih besar antara tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) dan mobil hybrid.
Sri Mulyani mengatakan amendemen beleid itu tidak akan mengubah tarif PPnBM pada BEV yang ditetapkan 0%. Namun, tarif PPnBM plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) yang sebelumnya 0% akan dinaikkan menjadi 5% agar daya saing mobil listrik lebih kuat dari mobil dengan bahan bakar tidak murni listrik.
"[PP 73/2019] ini menyebabkan para investor yang akan membangun pabrik mobil listrik di Indonesia merasa tidak cukup kompetitif dibandingkan yang tidak full battery. Padahal kita menujunya full battery," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (15/3/2021).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah menyiapkan 2 skema tarif PPnBM pada PHEV dan mobil hybrid, yang besarannya akan makin besar. Pada skema I, tarif PPnBM pada PHEV dari 0% akan menjadi sebesar 5%, sedangkan full-hybrid (pasal 26) akan naik dari 2% menjadi 6%, dan full-hybrid (Pasal 27) naik dari 5% menjadi 7%.
Sementara itu, tarif PPnBM full-hybrid (Pasal 28) tetap 8%, mild-hybrid (Pasal 29) 8%, mild-hybrid (Pasal 30) 10%, dan mild-hybrid (Pasal 31) 12%. Pemerintah membuat tarif PPnBM mobil hybrid secara progresif karena emisi gas buangnya juga makin besar dibandingkan dengan BEV.
Tarif PPnBM mobil hybrid akan beralih pada skema 2 jika para investor mobil listrik yang berkomitmen berinvestasi di Indonesia telah merealisasikan penanaman modal minimum Rp5 triliun dan memproduksi mobil secara komersial.
Jika komitmen itu terpenuhi, pemerintah akan kembali menaikkan tarif PPnBM pada PHEV dan mobil hybrid. Hal ini dimaksudkan agar mobil listrik makin kompetitif di dalam negeri.
Tarif PPnBM PHEV pada skema 2 akan naik menjadi 8%, sementara pada mobil hybrid yang tarifnya 6%, 7%, dan 8% akan naik menjadi 10%, 11%, dan 12%. Demikian pula pada mild hybrid yang tarif PPnBM-nya 8%, 10%, dan 12% akan naik menjadi 12%, 13%, dan 14%.
"Jadi poinnya adalah membedakan antara full battery electric dengan hybrid, plug in hybrid, dan dengan hybrid lainnya. Karena itu dianggap memberikan visibility dari battery vehicle berproduksi di Indonesia," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan rencana perubahan tarif PPnBM tersebut berdasarkan pembahasan di sidang kabinet bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Menteri Perindustrian, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, serta Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Pemerintah, melalui pembahasan tersebut, ingin mendorong investor mobil listrik merealisasikan komitmen investasinya di Indonesia.
Presiden Joko Widodo mengundangkan PP 73/2019 pada 16 Oktober 2019. PP mengatur pemberlakuannya dalam 2 tahun sejak diundangkan atau 16 Oktober 2021 untuk memberikan transisi pada industri otomotif. Simak ‘Wah, 2 Tahun Lagi, Tarif Tertinggi PPnBM Kendaraan Bermotor Turun’.
Adapun dengan rencana amendemen tersebut, Sri Mulyani menyebut peluang Indonesia menjadi pemain besar dan utama pada mobil listrik akan lebih kuat. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.