INDIA

Tekan Konsumsi Rokok, Pajak Diminta Naik

Redaksi DDTCNews | Rabu, 19 Oktober 2016 | 18:38 WIB
Tekan Konsumsi Rokok, Pajak Diminta Naik

TRIVANDRUM, DDTCNews – Untuk mengontrol penggunaan tembakau di dalam negeri, grup anti-tembakau telah meminta pemerintah untuk menerapkan tarif pajak penjualan (good and service tax/GST) yang setinggi-tingginya untuk produk rokok atau tembakau.

Banding pun telah diajukan agar sebisa mungkin tarif pajak paling tinggi dikenakan untuk semua produk tembakau yang beredar di India. Hal ini dilakukan untuk mengurangi konsumsi dan mencegah kencaduan rokok, serta untuk menjaga kesehatan masyarakat India.

“India merupakan salah satu negara yang menjual rokok dengan harga sangat murah selama beberapa tahun terakhir. Kondisi ini yang menggerakkan kita untuk mengajukan banding,” ungkap pernyataan perwakilan grup tersebut, Selasa (18/10).

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), metode yang paling efektif untuk mengurangi konsumsi barang yang merugikan bagi kesehatan adalah dengan meningkatkan harga barang tersebut melalui kenaikan tarif pajak. Harga yang melambung tinggi akan lebih efektif, terutama di kalangan masyarakat yang rentan.

Kenaikan harga sebesar 10% saja dapat menurunkan konsumsi 4% di negara berpenghasilan tinggi dan 6% di negara-negara menengah atau rendah.

Dilansir dari timesofindia, India menjadi negara kedua terbesar dengan jumlah pengguna tembakau mencapai 275 juta jiwa atau 35% dari populasi orang dewasa. Hampir setiap tahun, 1 juta orang India meninggal akibat penyakit yang disebabkan konsumsi produk tembakau.

Baca Juga:
Bea Cukai Gerebek Gudang di Jepara, Ternyata Jadi Pabrik Rokok Ilegal

Jika hal ini terus berlanjut, maka pada tahun 2020 sekitar 13% dari semua kematian di India diprediksi berasal dari produk tembakau.

Sebagai informasi, besarnya pajak yang dikenakan atas produk-roduk tembakau di India masih berada di bawah standar global. Masih lebih rendah apabila dibandingkan negara tetangga seperti Sri Lanka dan Bangladesh. Tarifnya pun juga berada di bawah rekomendasi WHO dan Bank Dunia. (Gfa)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Sabtu, 21 Desember 2024 | 07:30 WIB BEA CUKAI KUDUS

Bea Cukai Gerebek Gudang di Jepara, Ternyata Jadi Pabrik Rokok Ilegal

Kamis, 19 Desember 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Tarif Cukai Rokok Tak Naik, Begini Strategi DJBC Kejar Target 2025

Rabu, 18 Desember 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

HJE Rokok Naik pada 2025, Pengusaha Sudah Pesan Jutaan Pita Cukai Baru

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?