Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan proses pembuatan oncom di Cikokol, Kota Tangerang, Banten, Rabu (6/5/2020). Presiden Joko Widodo membebaskan pajak pelaku Usasha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun demi menolong pelaku UMKM dari tekanan wabah Covid-19. ANTARA FOTO/Fauzan/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Masih rendahnya rasio perpajakan terhadap PDB Indonesia mengindikasikan masih terjadinya gap kebijakan dan kepatuhan.
Hal tersebut disampaikan pemerintah dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2021. Pemerintah mengatakan bila dibandingkan dengan negara-negara lain, rasio perpajakan di Indonesia masih relatif rendah.
“Hal tersebut mengindikasikan bahwa masih terjadinya gap kebijakan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pemungutan perpajakan nasional,” demikian pernyatan pemerintah dalam dokumen tersebut, seperti dikutip pada Selasa (26/5/2020).
Relatif besarnya tax exemption dan insentif perpajakan yang tercermin dalam belanja perpajakan (tax expenditure), sambung pemerintah, telah memengaruhi capaian tax ratio Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Baca topik tax expenditure di sini.
Selain itu, lanjut pemerintah, adanya penghindaran pajak dan kecenderungan aktivitas informal yang tinggi yang belum ditangkap dalam sistem perpajakan juga berkontribusi pada tidak optimalnya capaian rasio perpajakan.
Kinerja perpajakan di Indonesia memperlihatkan kecenderungan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Selama periode 2015-2019, indikator rasio perpajakan terhadap PDB (dalam arti sempit) mengalami penurunan, yaitu dari 10,76% pada 2015 menjadi 9,76% pada 2019.
Pada 2018, rasio perpajakan Indonesia telah meningkat karena didorong oleh peningkatan penerimaan dari sektor pertambangan. Namun, pada 2019 rasio perpajakan kembali turun akibat melemahnya perdagangan internasional dan beberapa harga komoditas utama dunia.
Dilihat dari pertumbuhannya dalam lima tahun terakhir, penerimaan perpajakan tumbuh rata-rata sebesar 6,2% per tahun. Selama periode tersebut, pertumbuhan perpajakan tertinggi terjadi pada 2018 sebesar 13,0% seiring tingginya harga minyak dunia dan komoditas pertambangan lainnya.
Pada 2019, pertumbuhan perpajakan mengalami perlambatan cukup tajam, yaitu hanya mencapai 1,8% atau terendah selama lima tahun terakhir. Data terbaru tahun ini, hingga akhir April 2020, realisasi penerimaan perpajakan tercatat senilai Rp434,3 triliun atau minus 0,9%. Simak artikel ‘Lengkap! Ini Realisasi Penerimaan Perpajakan Per Akhir April 2020’. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.