Ilustrasi. Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Muara Sabak Barat, Tajungjabung Timur, Jambi, Jumat (10/7/2020). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/pras.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merevisi tarif pungutan layanan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) seiring dengan makin membaiknya harga minyak sawit dunia.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Eddy Abdurachman mengatakan kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/PMK.05/2020. Perubahan aturan tarif CPO tersebut berlaku mulai 10 Desember 2020.
"Dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah tren positif harga CPO, dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/12/2020).
Eddy menambahkan kebijakan tersebut juga mempertimbangkan upaya hilirisasi pemerintah seperti melalui program B30 dan peningkatan kesejahteraan petani kelapa sawit.
Skema penetapan tarif pada PMK Nomor 191/PMK.05/2020 juga berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Jika sebelumnya tarif pungutan ekspor ditetapkan secara tunggal, kini terdapat 15 layer tarif berdasarkan harga CPO.
Saat ini, pemerintah memberlakukan tarif pungutan ekspor hanya US$55 per ton. Sementara pada ketentuan yang baru, tarif US$55 per ton hanya berlaku jika harga CPO sama atau di bawah US$670 per ton.
Tarif pungutan ekspor akan naik secara bertahap mengikuti harga CPO, yakni US$60 per ton untuk harga CPO US$695 per ton, hingga US$225 per ton untuk harga CPO di atas US$995 per ton.
Kenaikan tarif juga berlaku untuk jenis layanan ekspor kelapa sawit lainnya. Misalnya, crude palm kernel oil (CPKO), crude palm olein, crude palm stearin, dan biodiesel dari minyak sawit dengan kandungan metil ester lebih dari 96,5%.
Meski demikian, ada beberapa jenis layanan yang masih menerapkan tarif pungutan ekspor tetap, yakni tandan buah segar US$0, biji sawit US$25 per ton, bungkil sawit US$25 per ton, dan tandan buah kosong US$15 per ton.
Pemerintah, lanjut Eddy, akan menggunakan dana kelolaan hasil pungutan ekspor untuk berbagai hal, seperti perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, dan penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.
"Kebijakan ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespon kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini," ujarnya.
Pemerintah juga berkomitmen meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat, dengan mengalokasikan Dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit untuk 180.000 hektar lahan per tahun.
Besarnya target luasan lahan yang diremajakan tersebut diikuti dengan kenaikan alokasi dana untuk tiap hektar lahan yang ditetapkan, yaitu Rp30 juta per hektar, atau naik Rp5 juta per hektar, dari sebelumnya sebesar Rp25 juta per hektar. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.