Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menambah daftar 'pertanyaan yang sering ditanyakan' (FAQ) di laman khusus program pengungkapan sukarela (PPS). Kali ini pertanyaannya berkaitan dengan wajib pajak orang pribadi atau CV yang diketahui belum pernah mengikuti tax amnesty pada 2016-2017 lalu.
Wajib pajak yang bersangkutan ternyata memiliki harta berupa tanah yang dibeli secara kredit pada tahun 2014 (lunas tahun 2019). Catatannya, atas tanah tersebut belum diikutkan program amnesti pajak.
Kemudian, diasumsikan bahwa di atas tanah tersebut dibangun gedung yang selesai tahun 2019. Tanah dan bangunan tersebut belum pernah dilaporkan di SPT.
"Apakah tanah dan bangunan tersebut dapat diikutkan PPS? Bagaimanakah caranya?" tulis DJP di pajak.go.id/PPS.
Otoritas pajak kemudian menjawab, atas tanah yang diperoleh wajib pajak orang pribadi dapat diikutkan PPS Kebijakan I. Alasannya, kepemilikan sebenarnya atas tanah tersebut adalah pada tahun 2014. Sedangkan atas gedung dapat diikutkan PPS Kebijakan II.
"Sedangkan untuk wajib pajak berbentuk CV akan mengikuti ketentuan PPS untuk wajib pajak badan dan hanya dapat mengikuti PPS Kebijakan I sepanjang aset yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh s.d. 31 Desember 2015 (karena menurut UU KUP, CV merupakan salah satu bentuk badan usaha)," tulis DJP, dikutip Sabtu (29/1/2022).
Untuk mengikuti PPS, wajib pajak tersebut dapat melakukan pengungkapan harta melalui laman djponline.pajak.go.id. Wajib Pajak diharuskan melakukan aktivasi fitur layanan PPS terlebih dahulu di akun DJP Online masing-masing.
"Setelah itu, Wajib Pajak dapat melakukan pengunduhan dan pengisian form SPPH, menghitung dan melakukan pembayaran pajak atas harta yang diungkapkan, serta melakukan pengiriman form SPPH setelah melakukan pembayaran atas kode billing yang telah dibuat pada layanan PPS tersebut," tulis DJP.
Tarif pajak penghasilan (PPh) final yang diberikan untuk peserta kebijakan I sebesar 6% atas harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN atau sektor SDA atau renewable energy.
Lalu, tarif PPh final sebesar 8% untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri. Kemudian, tarif sebesar 11% dikenakan untuk harta deklarasi luar negeri.
Sementara itu, untuk kebijakan II tarif PPh final yang ditawarkan terendah sebesar 12% atas harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN atau sektor SDA atau renewable energy.
Selanjutnya, sebesar 14% untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri. Terakhir, tarif sebesar 18% untuk harta deklarasi aset luar negeri. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.