KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Tambahan Penerimaan Tak Signifikan, IMF Sebut Pilar 1 Tetap Lebih Baik

Muhamad Wildan | Kamis, 21 April 2022 | 18:30 WIB
Tambahan Penerimaan Tak Signifikan, IMF Sebut Pilar 1 Tetap Lebih Baik

Ilustrasi.

WASHINGTON D.C., DDTCNews - International Monetary Fund (IMF) memperkirakan Pilar 1: Unified Approach tak akan menghasilkan tambahan penerimaan pajak yang signifikan, melainkan hanya merealokasikan penerimaan pajak dari suatu yurisdiksi ke yurisdiksi yang lain.

Sebagaimana dituliskan oleh IMF pada Fiscal Monitor edisi April 2022, Pilar 1 diperkirakan hanya akan berlaku atas kurang lebih 140 perusahaan multinasional dan hanya menghasilkan basis pajak baru sebesar 2% dari laba global.

"Penerimaan perusahaan pada negara-negara investment hub akan direalokasikan ke negara lain. Pilar 1 menghasilkan tambahan penerimaan masing-masing sebesar 0,7% dan 0,9% bagi negara berpenghasilan rendah dan negara maju," tulis IMF, dikutip Kamis (21/4/2022).

Baca Juga:
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Walau tergolong rendah, IMF menyampaikan tambahan penerimaan pajak yang dihasilkan dari Pilar 1 masih setara dengan penerima pajak yang dihasilkan dari pajak digital atau digital services tax (DST) yang banyak diterapkan oleh beberapa yurisdiksi sebelum konsensus tercapai.

IMF menganggap realokasi laba korporasi multinasional berdasarkan Pilar 1 masih lebih baik bila dibandingkan dengan DST yang hanya ditargetkan atas sektor digital saja.

DST yang sempat diterapkan secara unilateral oleh beberapa yurisdiksi dianggap tak efisien dan membebani perusahaan teknologi yang masih mengalami kerugian.

Baca Juga:
Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

Implikasinya, DST akan menjadi disinsentif atas investasi. DST juga tidak adil karena pajak efektif yang ditanggung perusahaan dengan laba besar akan relatif cenderung lebih rendah akibat penerapan pajak tersebut.

Untuk diketahui, Pilar 1 adalah ketentuan realokasi hak pemajakan ke yurisdiksi pasar yang berlaku hanya atas perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.

Dengan Pilar 1, 25% dari residual profit yang diterima perusahaan multinasional akan direalokasikan kepada yurisdiksi pasar dan menjadi hak pemajakan yurisdiksi-yurisdiksi tersebut.

Dalam laporan IMF sebelumnya yang berjudul Digitalization and Taxation in Asia, negara-negara berkembang di Asia seperti Indonesia, Malaysia, dan India hanya mendapatkan tambahan penerimaan yang minim dari Pilar 1. Hal ini tidak terlepas dari adanya threshold pendapatan sebesar EUR20 miliar yang membuat perusahaan yang tercakup Pilar 1 menjadi minim. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:20 WIB BUKU PAJAK

Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Rabu, 09 Oktober 2024 | 16:17 WIB KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

Rabu, 09 Oktober 2024 | 13:45 WIB LITERATUR PAJAK

Menginterpretasikan Laba Usaha dalam P3B (Tax Treaty), Baca Buku Ini

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Demi Industri Pionir, Periode Tax Holiday Dipastikan akan Diperpanjang

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN