Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Orang pribadi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang mendapatkan hibah perlu memperhatikan ketentuan pajak penghasilan (PPh) atas hibah. Hal ini lantaran harta yang berasal dari hibah tidak serta merta dikecualikan dari objek PPh.
Harta dari hibah dikecualikan dari objek PPh sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku. Untuk pelaku UMK, harta hibahan baik berupa uang atau barang tidak dikenakan PPh sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pemberi hibah dengan pelaku UMK.
“Harta hibahan dikecualikan dari objek PPh sepanjang diterima oleh ... orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil ..., dan tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan,” bunyi Pasal 7 ayat (1) PP 55/2022, dikutip pada Sabtu (10/8/2024).
Perincian pengertian hubungan antara pemberi hibah dan penerima hibah telah diuraikan dalam penjelasan Pasal 6 ayat (2) huruf b PP 55/2022. Adapun yang dimaksud ‘hubungan usaha’ adalah hubungan yang terjadi jika terdapat transaksi yang bersifat rutin antara pihak pemberi dan pihak penerima.
Selanjutnya, yang dimaksud ‘hubungan dengan pekerjaan’ berarti hubungan yang terjadi jika terdapat hubungan berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima.
Kemudian, yang dimaksud ‘hubungan dengan kepemilikan’ berarti hubungan yang terjadi jika terdapat penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima.
Terakhir, yang dimaksud ‘hubungan dengan penguasaan’ berarti hubungan yang terjadi jika terdapat penguasaan secara langsung atau tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf b UU PPh.
Selain itu, pelaku UMK juga harus memperhatikan kriteria UMK yang diatur dalam PP 55/2022. Berdasarkan beleid itu, yang dimaksud dengan pelaku UMK merupakan orang pribadi yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi salah satu di antara 2 kriteria.
Pertama, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kedua, memiliki peredaran usaha setahun sampai dengan Rp2,5 miliar. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) huruf f PP 55/2022.
Dengan demikian, pelaku UMK yang menerima hibah perlu memperhatikan kriteria tersebut. Sebab, apabila ia tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan maka atas harta hibah yang diterimanya bisa menjadi objek PPh. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.