PMK 15/2021

Susah Bayar Utang ke Negara? Kemenkeu Siap Bantu Lewat Fasilitas Ini

Muhamad Wildan | Jumat, 26 Februari 2021 | 17:00 WIB
Susah Bayar Utang ke Negara? Kemenkeu Siap Bantu Lewat Fasilitas Ini

Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata. (foto: hasil tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) mendorong debitur yang masih memiliki utang kepada negara untuk memanfaatkan fasilitas penyelesaian piutang negara melalui crash program sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2021.

Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan banyak debitur yang sesungguhnya sangat berkeinginan untuk segera menyelesaikan utangnya. Hanya saja, pelunasan tersebut terkendala akibat pandemi Covid-19.

"Kami mencoba mengeluarkan terobosan crash program untuk memudahkan mereka yang selama ini punya keinginan untuk membayar utang tapi punya beberapa kendala atau kekurangan," katanya, Jumat (26/2/2021).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Untuk itu, pemerintah mencoba membantu debitur melalui crash program terutama debitur dengan nilai piutang kecil. Merujuk pada PMK 15/2021, fasilitas crash program diberikan kepada debitur UMKM dengan nilai piutang paling banyak sebesar Rp5 miliar.

Lalu, untuk debitur kredit perumahan rakyat (KPR) rumah sederhana atau sangat sederhana dengan piutang paling banyak senilai Rp100 juta, dan debitur lainnya dengan piutang paling banyak sejumlah Rp1 miliar.

Keringanan ini diberikan atas piutang-piutang yang telah diserahkan oleh instansi pemerintah terkait kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan telah diterbitkan surat penerimaan pengurusan piutang negara (SP3N) sejak sebelum 31 Desember 2020.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Terdapat dua bentuk keringanan yang bisa dipilih oleh debitur dalam crash program ini antara lain berupa keringanan utang. Debitur yang memilih keringanan utang akan diberikan keringanan utang pokok sekaligus keringanan bunga, denda, dan ongkos sebesar 100%.

Atas piutang yang didukung oleh jaminan berupa tanah dan bangunan, keringanan pokok diberikan sebesar 35%, sedangkan atas piutang yang tidak didukung jaminan akan diberikan keringanan pokok hingga 60%.

Lebih lanjut, akan ada tambahan keringanan pokok bagi debitur yang cepat menyelesaikan utangnya. Tambahan keringanan sebesar 50% diberikan kepada debitur yang membayar lunas pokok utang hingga Juni 2021.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Lalu, keringanan tambahan sebesar 30% diberikan kepada debitur yang melunasi utangnya pada Juli 2021 hingga September 2021. Tambahan keringanan pokok sebesar 20% diberikan kepada debitur yang melunasi pokok utangnya pada Oktober hingga 20 Desember 2021.

Bentuk keringanan lainnya adalah melalui moratorium tindakan hukum. Bila fasilitas yang digunakan adalah moratorium maka PUPN akan menunda penyitaan barang jaminan, pelaksanaan lelang, atau paksa badan hingga status bencana nasional Covid-19 dinyatakan berakhir oleh pemerintah.

Perlu dicatat, crash program dalam bentuk moratorium hanya dapat dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kondisi khusus, yakni terbukti terdampak pandemi Covid-19 sehingga tidak dapat melunasi utangnya.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Crash program ini tidak dapat diberikan terhadap beberapa jenis piutang seperti piutang negara dari tuntutan ganti rugi, piutang negara dari ikatan dinas, piutang negara dari aset kredit eks bank dalam likuidasi, dan piutang negara yang memiliki jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi, dan bentuk-bentuk jaminan lainnya.

"Kami tidak berpretensi untuk menyelesaikan semua piutang dengan cepat. Kami hanya memilih kelompok kriteria tertentu yang piutangnya kecil. Namun, bagaimanapun karena ini piutang negara maka harus segera dibereskan," ujar Isa. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN