Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Lembaga pemeringkat kredit Standard and Poor’s (S&P) meningkatkan outlook Indonesia dari sebelumnya negative menjadi stable. S&P juga mempertahankan peringkat atau rating kredit Indonesia pada level BBB.
Luky Alfirman, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menilai peningkatan outlook Indonesia ini merupakan pengakuan atas arah perbaikan ekonomi makro yang kuat, khususnya laju pemulihan ekonomi yang relatif cepat, posisi eksternal yang kuat, dan penguatan signifikan pada sisi fiskal.
“S&P optimis bahwa posisi eksternal Indonesia resilient di tengah gejolak global akibat konflik Rusia dan Ukraina,” kata Luky dalam rilisnya, dikutip pada Sabtu (7/5/2022).
Dalam laporannya, S&P memperkirakan defisit akan jauh menyempit dalam 2 hingga 3 tahun ke depan dan kembali ke bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023.
Selain itu, posisi eksternal Indonesia tercatat mengalami penguatan signifikan pada 2021 dengan surplus 0,3% terhadap PDB. Perbaikan transaksi perdagangan juga terus berlanjut dan mencatatkan pertumbuhan yang kuat pada awal 2022.
S&P meyakini bahwa keberadaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja akan mampu mendorong perbaikan signifikan pada iklim usaha dan investasi melalui perbaikan mendasar pada sistem regulasi dan efisiensi birokrasi. Hal tersebut berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi potensial dalam jangka menengah-panjang.
Selain itu, dari sisi stabilitas politik, S&P menilai Indonesia berada dalam kondisi stabil dan kondusif yang telah teruji dalam keputusan politik penanganan pandemi Covid-19 serta reformasi fiskal.
“Afirmasi peringkat Indonesia oleh S&P pada BBB dengan stable outlook mencerminkan optimisme investor internasional terhadap prospek perekonomian Indonesia di tengah tantangan global maupun domestik. Di saat beberapa negara menghadapi penurunan peringkat, Indonesia justru mampu mempertahankan peringkat layak investasi dan memperbaiki outlook dari negatif menjadi stabil,” ujar Luky.
Di sisi lain, Luky mengatakan kebijakan fiskal yang responsif dan fleksibel berperan penting dalam menahan dampak pandemi Covid-19 serta mendorong pemulihan ekonomi. Selain itu, sinergi kebijakan antara pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan juga secara efektif mampu mendorong perekonomian.
"Berbagai bauran kebijakan serta sinergi antar lembaga dan seluruh elemen masyarakat akan terus diarahkan untuk memperkuat akselerasi pemulihan ekonomi dan perbaikan fondasi ekonomi nasional," ujarnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.