DDTC TAX AUDIT & TAX DISPUTE WEBINAR SERIES

Solusi Bila Data Pembanding Transfer Pricing Saat Pandemi Kurang

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 30 Juli 2021 | 18:07 WIB
Solusi Bila Data Pembanding Transfer Pricing Saat Pandemi Kurang

Associate Partner International Tax and Transfer Pricing Services DDTC Yusuf Wangko Ngantung dalam webinar Handling Transfer Pricing Audit in the Midst of Pandemic, Jumat (30/7/2021)

JAKARTA, DDTCNews - Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau arm’s length principle (ALP) saat pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai isu di antaranya perihal analisis kesebandingan saat pandemi Covid-19.

Associate Partner International Tax and Transfer Pricing Services DDTC Yusuf Wangko Ngantung mengatakan data pembanding idealnya merupakan data dari periode yang sama dengan transaksi. Namun, masalah akan timbul ketika data pembanding yang tersedia merupakan data situasi yang belum terdampak pandemi.

"Ini menjadi risiko tambahan saat margin turun atau semisal mengalami kerugian. Tentu ketika diuji kewajarannya, bisa-bisa gap antara apa yang dikatakan wajar dengan realita laba operasionalnya akan makin besar,” katanya dalam webinar Handling Transfer Pricing Audit in the Midst of Pandemic, Jumat (30/7/2021)

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Untuk itu, lanjut Yusuf, penting untuk menjustifikasi penurunan laba yang terjadi bukan disebabkan transaksi afiliasi, melainkan faktor eksternal. Terkait dengan hal ini, OECD telah merilis panduan untuk mengatasi isu terkait dengan analisis kesebandingan saat pandemi Covid-19.

Pertama, pendokumentasian secara contemporaneous, tetapi dengan pertimbangan komersial dan wajar. Opsi ini dilakukan dengan melakukan penyesuaian yang akurat untuk mencerminkan kondisi akibat Covid-19. Penyesuaian atau comparability adjustment dapat dilakukan sepanjang merefleksikan kondisi sebenarnya serta didukung bukti dan dikuantifikasi.

Kedua, pendekatan ex-post atau pengujian transaksi afiliasi menggunakan data dan informasi yang tersedia setelah tahun pajak berakhir. Namun, opsi ini hanya dapat dilakukan apabila diperbolehkan otoritas pajak yurisdiksi yang relevan.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Yusuf menyebut di Indonesia belum terdapat regulasi yang mengatur opsi kedua. Untuk itu, opsi ini masih grey area apakah bisa dilakukan atau tidak. Akan tetapi, opsi ini dapat dipertimbangkan saat opsi pertama tidak bisa dilakukan.

Ketiga, penggunaan lebih dari satu metode transfer pricing. Yusuf menjelaskan hal lain yang perlu diperhatikan saat pandemi yaitu transaksi khusus tetap harus memperhatikan ALP. Misal, pembiayaan intragrup, jasa intragrup, transaksi aset tak berwujud, dan restrukturisasi bisnis.

Dia menekankan penting untuk mengetahui fakta dan kondisi yang menyebabkan laba menjadi turun saat pandemi. Hal tersebut juga harus didokumentasikan dengan tepat, bahkan dikuantifikasi sehingga bisa dilakukan penyesuaian data secara akurat untuk kemudian disusun menjadi transfer pricing documentation (TP Doc).

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Nanti, TP Doc tersebut akan menjadi basis wajib pajak saat pemeriksaan. Data yang disusun dalam TP Doc tentunya harus dibuktikan. Idealnya, wajib pajak harus dapat menyiapkan bukti-bukti tersebut sejak awal.

“Untuk itu, manajemen risiko sektor transfer pricing ke depan adalah melalui strategi Transfer Pricing Control Framework. Artinya, transfer pricing documentation harus disiapkan dari awal sehingga kita sudah siap saat pemeriksaan,” sebut Yusuf.

Sebagai informasi, webinar yang digelar DDTC Academy ini merupakan salah satu seri dari DDTC Tax Audit & Tax Dispute Webinar Series. Acara diselenggarakan bersamaan dengan momentum HUT ke-14 DDTC. Ada 2 seri webinar lain yang akan diselenggarakan. Simak infonya di sini. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?