Partner of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji.
JAKARTA, DDTCNews - Kinerja penerimaan pajak 2023 diperkirakan bakal melanjutkan tren perbaikan. Meski demikian, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diwaspadai.
Partner of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan catatan penerimaan pajak sejauh ini menunjukkan pemulihan yang kuat. Meski demikian, penerimaan pajak juga dapat terpengaruh oleh harga komoditas yang tengah mengalami tren penurunan serta tambahan penerimaan yang tidak akan terulang pada 2023.
"Walaupun ada optimisme, tetapi ada hal-hal yang perlu kita waspadai," katanya dalam Seminar Nasional Reformasi Sektor Pajak Indonesia di Sekolah Vokasi UNS, Rabu (14/12/2022).
Bawono menuturkan pemerintah menargetkan penerimaan pajak senilai Rp1.485 triliun seperti diatur dalam Perpres 98/2022. Dengan kinerja yang positif hingga Oktober 2022, outlook penerimaan pajak 2022 senilai Rp1.608,1 triliun diperkirakan bakal tercapai.
Menurutnya, kinerja penerimaan pajak yang positif tersebut salah satunya dipengaruhi kenaikan harga berbagai komoditas, yang kemungkinan tidak terulang pada 2023. Dengan kondisi ini, basis pajak perlu terus diperkuat sehingga tren penerimaan pajak yang positif tetap terjaga pada 2023 walaupun akan dihadapkan pada risiko resesi global.
Langkah pemerintah memberikan berbagai insentif pajak saat pandemi Covid-19 dinilai dapat menjaga basis pajak di Indonesia. Ketika perekonomian sudah membaik, wajib pajak yang sempat menikmati insentif kini kembali memiliki kemampuan untuk membayar pajak.
Bawono juga menyoroti agenda pemerintah dalam mengamankan penerimaan 2023. Salah satunya ialah optimalisasi perluasan basis pemajakan melalui tindak lanjut program pengungkapan sukarela (PPS) dan integrasi nomor induk kependudukan (NIK) sebagai NPWP.
Dia menilai integrasi NIK sebagai NPWP akan menjadi jawaban atas persoalan kontribusi penerimaan pajak per jenis pajak yang belum proporsional. Contoh, kontribusi penerimaan PPh Pasal 21 yang sekitar 11,7%, sedangkan PPh Pasal 25/29 orang pribadi hanya 1%.
"Kalau enggak ada perluasan [basis pajak], seperti NIK sebagai NPWP, enggak mungkin. Mungkin hanya yang sudah ada di sistem saja," ujarnya.
Bawono juga menambahkan beberapa agenda sektor pajak 2023 lainnya dalam rangka mengamankan penerimaan pajak di antaranya percepatan reformasi, baik di bidang SDM, organisasi, proses bisnis, dan regulasi.
Dari sisi regulasi, misalnya melalui pengesahan UU Cipta Kerja, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), serta UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Sementara itu, Dosen D-3 Perpajakan Sekolah Vokasi UNS Sri Suranta menilai program reformasi akan membuat penerimaan pajak dapat meningkat secara berkelanjutan. Reformasi pajak sendiri telah dimulai sejak 1983 dan terus berlanjut hingga saat ini.
Menurutnya, reformasi pajak diperlukan di antaranya karena kepatuhan wajib pajak masih rendah serta potensi pajak yang terus berkembang di tengah kemajuan teknologi. Untuk itu, ia berharap reformasi yang dilakukan dapat memperbaiki kinerja penerimaan pajak secara bertahap.
"Berkaitan dengan reformasi perpajakan, ternyata penerimaannya meningkat," tuturnya. Simak 'Wamenkeu Sebut Reformasi Jadi Kunci Optimisme Hadapi Tantangan Ekonomi' (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.