REFORMASI PERPAJAKAN

Soal RUU Baru Terkait Pajak, Dirjen Pajak Jelaskan Ulang

Redaksi DDTCNews | Kamis, 05 September 2019 | 18:44 WIB
Soal RUU Baru Terkait Pajak, Dirjen Pajak Jelaskan Ulang

Media Briefing yang dihadiri oleh Dirjen Pajak, Dirjen Bea dan Cukai, Dirjen Anggaran, Kepala BKF, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak untuk para media nasional di Aula CBB KPDJP. (foto: DJP)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merencanakan perubahan besar terkait kebijakan perpajakan. Rencana kebijakan tersebut dibingkai dalam RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi.

Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan terdapat 7 poin kebijakan fundamental (ada penggabungan bahasan dari 8 poin yang dipaparkan Menkeu) dari kebijakan tersebut. Pertama, penurunan tarif PPh badan. Tarif sebesar 25% dipangkas bertahap menjadi 22% pada 2022 dan efektif berlaku 20% pada tahun fiskal 2023.

“Untuk perusahaan go public tarif PPh lebih rendah 5% dari normal dan untuk yang baru terdaftar tarif 3% lebih rendah dan berlaku selama 5 tahun,” Katanya di Kantor Pusat DJP, Kamis (5/9/2019).

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kedua, penghapusan PPh atas dividen yang diterima wajib pajak dalam negari baik badan dan orang pribadi. Relaksasi ini berlaku untuk WP badan dengan kepemilikan saham di atas 25% tidak dikenakan PPh.

Kemudian untuk WPDN badan dengan kepemilikan saham di bawah 25% kena tarif normal, kecuali diinvestasikan kembali di dalam negeri. Hal serupa berlaku untuk WP OP yang tidak akan dikenakan PPh final sepanjang diinvestasikan kembali di dalam negeri.

Ketiga, perubahan sistem pajak dari worldwide menjadi teritorial untuk WP OP baik domestik dan subjek pajak luar negeri. Penentuan subjek pajak berlaku berdasarkan periode waktu 183 hari.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Keempat, relaksasi pengkreditan pajak masukan oleh pelaku usaha yang belum ditetapkan sebagai PKP, pajak masukan yang ditemukan dalam pemeriksaan, dan pajak masukan sebelum PKP melakukan penyerahan terulang PPN. Ketiga kategori tersebut dibuka untuk melakukan pengkreditan sepanjang memiliki bukti berupa faktur pajak.

Kelima, pengaturan ulang sanksi administrasi dari skema yang berlaku saat ini sebesar 2% per bulan. Skema sanksi diperbarui dengan hitungan akhir beban sanksi rata-rata sebesar 1%.

“Misal untuk sanksi bunga atas kurang bayar karena ada pembetulan SPT maka dalam RUU ini digunakan penghitungan suku bunga acuan BI ditambah 5% kemudian dibagi 12. Jadi kan rata-rata sanksi bunga per bulan itu 1% bahkan kurang dari 1%," paparnya.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Keenam, konsolidasi fasilitas perpajakan. Insentif tax holiday, super tax deduction, fasilitas PPh di kawasan ekonomi khusus dan PPh atas SBN di pasar internasional akan diatur dalam RUU ini.

Ketujuh, pemajakan atas ekonomi digital yang dibagi dalam dua instrumen yakni PPN dan PPh. Untuk memastikan pungutan PPN maka pemerintah akan menunjuk subjek pajak luar negeri untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN ke kas negara.

Sementara itu, untuk menjaring PPh atas entitas digital, pemerintah meninjau ulang definisi BUT melalui RUU pajak baru. Kehadiran fisik tidak lagi menjadi faktor penentu pembentukan BUT. Pemerintah juga memperhitungkan nilai tambah ekonomi yang dihasilkan atau significant economic presence.

“Dengan adanya relaksasi ini paling besar itu di PPh badan yang kalau turun langsung 20% itu potential loss nya sebesar Rp87 triliun. Sementara turun 22% potential loss-nya menjadi Rp52, 8 triliun,” imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?