KEBIJAKAN PAJAK

Soal Rencana Insentif PPh 21, Perubahan Biaya Jabatan Dipertimbangkan

Redaksi DDTCNews | Kamis, 05 Maret 2020 | 16:41 WIB
Soal Rencana Insentif PPh 21, Perubahan Biaya Jabatan Dipertimbangkan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) tengah menyiapkan skema relaksasi kebijakan yang menyasar pajak penghasilan (PPh) pasal 21 karyawan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas sedang mempertimbangkan untuk melakukan pengurangan beban PPh 21 via relaksasi komponen biaya atau pengurang. Komponen biaya jabatan menjadi salah satu yang dipertimbangkan.

“Ini sedang dibahas [batasan maksimal biaya jabatan]. Nanti kita sampaikan kalau sudah diputuskan," katanya Kamis (5/3/2020).

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Seperti yang diketahui, dalam ketentuan PPh 21, otoritas membuka dua kelompok komponen pengurang penghasilan bruto karyawan dalam satu tahun fiskal. Keduanya adalah biaya jabatan/biaya pensiun serta iuran pensiun atau iuran jaminan hari tua.

Khusus untuk biaya jabatan yang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, otoritas menetapkan biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto karyawan. Penghitungan biaya jabatan ini disetel dengan nominal rupiah maksimal sebesar Rp500.000 per bulan atau Rp6 juta dalam setahun.

Skema dan tarif sebesar 5% biaya jabatan ini berlaku sama untuk semua level pegawai mulai dari staf hingga direktur utama. Tata cara dari mekanisme biaya jabatan tersebut diatur dalam PMK No.250/2008.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Hestu menyatakan rencana insentif tersebut masih digodok tidak hanya oleh DJP, melainkan juga Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menjadi leading sector dalam perumusan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkeu.

"Itu [insentif PPh21] dibahas di Kemenkeu dengan BKF dan lainnya," imbuh Hestu. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?