Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyebut penerapan pita cukai digital di Indonesia tidak mudah. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (29/9/2023).
Peluang penerapan pita cukai digital untuk menggantikan pita cukai konvensional masih dikaji. Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Muhammad Aflah Farobi mengatakan pita cukai digital tidak mudah diadopsi di Indonesia. Alasan utamanya adanya biaya yang besar.
“Karena ternyata cost-nya sangat tinggi, sedangkan kita lihat perusahaan rokok di Indonesia tidak hanya yang besar,” ujar Muhammad Aflah Farobi.
Saat ini, sambungnya, DJBC menggunakan pita berbahan kertas khusus dengan 20 lapis pengaman. Pita cukai tersebut juga sudah tergolong aman dan efisien. Menurut dia, sejauh ini, belum ada orang yang mampu memalsukan pita cukai DJBC.
Dalam 10th Asean Finance Ministers’ and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM), strategi optimalisasi penerimaan cukai di antara negara Asean turut dibahas. Salah satu isu yang dibicarakan ialah terkait dengan wacana penerapan pita cukai digital.
Selain mengenai wacana penerapan pita cukai digital, ada pula ulasan terkait dengan akun wajib pajak (taxpayer account). Kemudian, ada bahasan tentang
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Muhammad Aflah Farobi mengatakan otoritas memang telah menerima masukan untuk mengadopsi pita cukai digital. Pita cukai digital dipandang dapat menjadi salah satu alat untuk meningkatkan pengawasan terhadap barang kena cukai.
Namun demikian, DJBC mempertimbangkan tingginya biaya yang akan timbul karena penerapan pita cukai digital. Penerapan pita cukai digital pun diperkirakan bakal membebani pengusaha barang kena cukai skala kecil.
"Kalau kita paksakan semua pakai digital, manfaat untuk pengawasan dan cost untuk pengawasan tadi mungkin harus kita hitung dengan baik," ujarnya. (DDTCNews)
Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Imam Arifin mengatakan taxpayer account akan disediakan saat sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau coretax administration system (CTAS) diimplementasikan pada tahun depan.
“Sekarang proses ini dilakukan segmented. Jadi, AR (account representative) melakukan proses sendiri. Pemeriksa melakukan proses sendiri. Kadang-kadang wajib pajaknya komplain kemarin udah ditanyain ini, sekarang ditanyain lagi,” ujarnya.
Dengan akun wajib pajak, data yang masuk akan digunakan secara berurutan. Dengan demikian, tidak ada klarifikasi yang dilakukan atas data yang sama secara berulang karena perbedaan unit, seperti AR dan pemeriksa. Simak ‘Ada Akun Wajib Pajak, DJP Sebut Proses Bisnis Lebih Efisien’. (DDTCNews)
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan dari denda administrasi cukai hingga Agustus 2023 mencapai Rp60 miliar. Nilai ini tumbuh 97,33% dari catatan pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp30 miliar.
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Muhammad Aflah Farobi mengatakan peningkatan penerimaan dari denda administrasi cukai ini terutama karena adanya penerapan prinsip ultimum remedium.
"Ultimum remedium itu win-win, mereka tidak terkena dampak yang panjang misalnya harus disidik, tetapi bisa dikenakan denda," katanya. Simak ‘Penerimaan dari Denda Cukai Melonjak, DJBC: Efek Ultimum Remedium’.
Aflah menuturkan adanya prinsip ultimum remedium membuat pejabat DJBC berwenang menghentikan proses penelitian sepanjang pengguna jasa membayar sejumlah denda. Pemulihan kerugian pendapatan negara akan lebih dikedepankan. (DDTCNews)
Kemendag resmi menetapkan Permendag 31/2023 untuk mengatur lebih lanjut ketentuan e-commerce dan social commerce. Beleid ini mencabut Permendag 50/2020. Dengan Permendag 31/2023, pemerintah melarang platform social commerce untuk memfasilitasi transaksi perdagangan.
Pasal 21 ayat (3) Permendag 31/2023 menyebutkan bahwa penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dengan model bisnis social commerce dilarang untuk memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistemnya.
Tak hanya itu, social commerce juga dilarang untuk bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang. Hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat (2) Permendag 31/2023. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) masih memiliki waktu sampai dengan Sabtu (30/9/2023) untuk menginvestasikan harta bersihnya di dalam negeri.
Jika peserta PPS tidak menginvestasikan harta bersihnya di dalam negeri sesuai dengan komitmennya, DJP bisa menerbitkan surat teguran. Dengan demikian, wajib pajak harus membayar PPh final tambahan sesuai dengan tarif yang tercantum dalam PMK 196/2021.
"Berdasarkan surat teguran tersebut wajib pajak peserta PPS harus…menyetorkan sendiri tambahan PPh yang bersifat final," tulis DJP dalam Pengumuman Nomor PENG-2/PJ/PJ.09/2023. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.