Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) membacakan tanggapan pemerintah atas pandangan umum fraksi terhadap RUU APBN tahun 2021 beserta nota keuangannya dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/9/2020). Rapat itu beragenda mendengarkan tanggapan pemerintah atas pandangan umum fraksi terhadap RUU APBN tahun 2021 beserta nota keuangannya serta pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
JAKARTA, DDTCNews – Implementasi konsep significant economic presence dalam pengenaan pajak penghasilan (PPh) ataupun pajak transaksi elektronik (PTE) yang dimuat dalam Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020 akan tetap menghormati kesepakatan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
Hal ini disampaikan pemerintah dalam dokumen Jawaban Pemerintah atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPR RI Terhadap RUU APBN 2021 yang diserahkan kepada DPR.
"Implementasi konsep significant economic presence dalam UU No. 2/2020 ini tetap menghormati kesepakatan dalam P3B yang secara umum masih menganut physical presence, termasuk P3B dengan Amerika Serikat," tulis pemerintah, dikutip Rabu (2/9/2020).
Adapun pengenaan PPh atau PTE ini dirasa perlu untuk diatur dalam rangka memberikan hak pemajakan PPh bagi Indonesia atas penghasilan pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) luar negeri yang mendapatkan penghasilan dari konsumen Indonesia.
Namun, penerapan PPh atau PTE secara lebih terperinci masih akan menunggu tercapainya konsensus global tentang hak pemajakan atas ekonomi digital yang masih akan dibahas di bawah koordinasi Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada Oktober 2020.
Meski belum diterapkan secara efektif oleh pemerintah, klausul PTE dalam UU No. 2/2020 sudah menjadi sasaran investigasi US Trade Representative (USTR). Oleh USTR, pengenaan pajak atas perusahaan digital ini dinilai bersifat diskriminatif.
Dalam komentar publik US-Asean Business Council (US-ABC), asosiasi perusahaan AS yang beroperasi di Asia Tenggara tersebut juga turut menyuarakan keberatannya. PTE dinilai bakal menimbulkan pengenaan pajak berganda dan melanggar P3B yang sudah disepakati.
Norma significant economic presence atau kehadiran ekonomi signifikan pada UU No. 2/2020 juga dinilai oleh US-ABC tidak sejalan dengan best practice perpajakan internasional. Bila benar-benar diterapkan, US-ABC menilai PTE berpotensi menghambat tercapainya konsensus global atas pemajakan ekonomi digital yang pembahasannya saat ini sedang berlangsung. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.