Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut semua negara dapat berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satunya melalui pengenaan pajak atas karbon.
Sri Mulyani mengatakan pengenaan pajak karbon dapat menjadi salah satu pilihan kebijakan dalam mengendalikan emisi karbon. Pemerintah juga telah mengusulkan rencana pengenaan pajak karbon dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Simak ‘Biayai Mitigasi Perubahan Iklim, Sri Mulyani Usulkan Pajak Karbon’.
"Semuanya sedang dalam tahap perencanaan dan mulai disosialisasikan. Kami juga mendorong ada upaya yang sama untuk berkolaborasi [mengatasi perubahan iklim] di tingkat internasional," katanya dalam sebuah webinar, Rabu (30/6/2021).
Sri Mulyani mengatakan pengenaan pajak karbon menjadi bagian dari upaya untuk mengurangi emisi, seperti yang menjadi komitmen pemerintah dalam Persetujuan Paris. Pajak karbon juga akan mendatangkan tambahan penerimaan negara yang dapat kembali dipakai untuk menangani perubahan iklim.
Pemerintah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dari Business As Usual (BAU) dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional hingga 2030. Namun, menurutnya, upaya untuk mengatasi masalah perubahan iklim membutuhkan kolaborasi yang kuat di antara negara-negara di dunia.
Sri Mulyani menilai bergabungnya kembali Amerika Serikat (AS) dalam perjanjian iklim juga menjadi kabar bagi penanganan isu pemanasan global. Khususnya pada negara berkembang, keterlibatan AS akan mendorong target penurunan emisi pada masing-masing negara segera tercapai.
Saat ini, setidaknya ada 27 negara di dunia yang telah menerapkan pajak karbon. Sri Mulyani pun berharap daftar negara yang menggunakan instrumen tersebut terus bertambah.
Dalam jangka panjang, dia juga mengharapkan tarif pajak karbon makin tinggi dan seragam agar produksi emisi karbon makin kecil. Merujuk pada hitungan para ahli, lanjutnya, tarif pajak karbon yang ideal yakni US$120 atau Rp1,7 juta per ton emisi CO2 pada 2030.
Negara lain seperti Jepang menetapkan tarif pajak karbon hanya US$3 atau Rp43.500 per ton emisi CO2. Sementara di Prancis, tarifnya mencapai US$49 atau Rp711.000 per ton emisi CO2. Adapun di Indonesia, pemerintah merencanakan tarif pajak karbon senilai Rp75 per kilogram emisi CO2.
"Saat kita bicara tentang pasar karbon, setiap negara memiliki harga karbon yang berbeda-beda. Ini tidak masuk akal. Harus ada satu area di mana kita membahas masalah pasar karbon ini dan menentukan harga," ujarnya. Simak pula 'Mau Kenakan Pajak Karbon? Ini Aspek Krusial yang Perlu Diperhatikan'. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Berkaca dari negara lain, rencana untuk mengenakan pajak atas karbon merupakan langkah yang tepat untuk mengendalikan atau mengatasi penggunaan emisi karbon yang berdampak negatif terhadap lingkungan.