BERITA PAJAK HARI INI

Soal Keberlanjutan Insentif Perpajakan Covid-19, Ini Kata Sri Mulyani

Redaksi DDTCNews | Kamis, 09 Juni 2022 | 08:29 WIB
Soal Keberlanjutan Insentif Perpajakan Covid-19, Ini Kata Sri Mulyani

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mempertimbangkan penghentian pemberian fasilitas fiskal atas impor vaksin dan alat kesehatan (alkes). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (9/6/2022).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebijakan mengenai pemberian fasilitas fiskal tersebut mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia. Untuk itu, pemberian fasilitas juga dapat dihentikan ketika pandemi sudah dapat tertangani dengan baik.

“Kalau [pandemi] tahun depan sudah baik-baik saja, moga-moga, ya enggak usah [diperpanjang] deh," katanya.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Dalam 2,5 tahun terakhir, lanjut Sri Mulyani, pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas fiskal atas impor vaksin dan alat kesehatan yang dibutuhkan selama pandemi. Kebijakan mengenai fasilitas fiskal tersebut tertuang dalam berbagai peraturan.

Misal, untuk impor vaksin Covid-19, pemerintah memberikan fasilitas fiskal berdasarkan PMK 188/2020. Beleid itu membuat pemberian insentif perpajakan atas impor vaksin Covid-19 untuk mendukung program vaksinasi dan mencapai kekebalan komunal.

Ada pula PMK 226/2021 yang mengatur pemberian insentif pajak atas barang yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 dan akan berakhir pada 30 Juni 2022. Selain itu, terdapat fasilitas kepabeanan dan cukai untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19 yang diatur dalam PMK 92/2021.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Selain ketiga peraturan tersebut, masih ada sejumlah fasilitas fiskal atas impor barang yang diberikan bahkan sebelum pandemi Covid-19. Misal, PMK 171/2019 yang membebaskan impor barang untuk kepentingan umum, termasuk kesehatan, dari bea masuk.

Selain mengenai insentif fiskal terkait dengan penanganan pandemi Covid-19, ada pula bahasan mengenai pembahasan antara pemerintah dan DPR mengenai Kerangka Ekonomi Makro dan PokokPokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Insentif Pajak

Selain fasilitas fiskal terkait dengan penanganan pandemi Covid-19, sejumlah insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi Covid-19 akan berakhir. Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah masih melakukan evaluasi.

Baca Juga:
Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

“Kita masih lakukan evaluasi saat ini. Beberapa sektor sudah pulih. Beberapa mungkin masih memerlukan support,” ujar Yon.

Sebagai informasi kembali, PMK 3/2022 memuat 3 jenis insentif. Pertama, pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor untuk 72 klasifikasi lapangan usaha (KLU) berlaku sejak Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 impor terbit sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.

Kedua, pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk 156 KLU sampai dengan masa pajak Juni 2022. Ketiga, PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak penerima P3-TGAI sampai dengan masa pajak juni 2022. (DDTCNews)

Baca Juga:
Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Peningkatan Tax Ratio

Panja Penerimaan dalam pembahasan KEM-PPKF 2023 merekomendasikan peningkatan rasio perpajakan (tax ratio) menjadi sekitar 9,45% hingga 10,0%. Pimpinan Panja Penerimaan Komisi XI DPR Amir Uskara mengatakan pemerintah perlu mengoptimalkan penerimaan pajak.

Peningkatan penerimaan pajak diperlukan untuk mendukung upaya konsolidasi fiskal pada tahun depan. Dengan langkah reformasi yang dilakukan pemerintah, termasuk implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tax ratio diharapkan juga dapat terus meningkat. (DDTCNews)

Penetapan Tarif Bea Masuk

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan 4 peraturan menteri keuangan (PMK) baru mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan pada perjanjian atau kesepakatan internasional. PMK yang dimaksud adalah PMK 90/2022, PMK 91/2022, PMK 92/2022, dan PMK 93/2022.

Baca Juga:
Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Keempat PMK ini menyempurnakan PMK penetapan tarif sebelumnya. Penyempurnaan dilakukan sebagai tindak lanjut hasil evaluasi atas implementasi masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional. Simak ‘Sri Mulyani Teken 4 PMK Soal Penetapan Tarif Preferensi, Ini Detailnya’. (DDTCNews)

Pajak Transaksi Aset Kripto

Wajib pajak investor cryptocurrency tetap akan dikenai PPh Pasal 22 final meski mengalami kerugian dari investasinya. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan pajak yang dikenakan atas transaksi aset kripto bersifat final dan tidak mempertimbangkan keuntungan ataupun kerugian yang dialami wajib pajak.

"Kita perlakukan sama karena sifatnya final, mau untung atau rugi ya atas transaksi yang kita kenakan," ujarnya. Simak ‘Catat! Investor Aset Kripto Tetap Kena Pajak Walau Rugi, Ini Alasannya’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Penambahan Barang Kena Cukai Baru

Ditjen Bea Cukai (DJBC) mengusulkan penundaan rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) hingga tahun depan. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan terdapat sejumlah pertimbangan penetapan barang kena cukai baru untuk ditunda, di antaranya seperti kondisi dunia usaha, tren pemulihan ekonomi, serta kebijakan fiskal tahun ini.

"Insyaallah direkomendasikan dapat dilaksanakan di 2023. Melihat kondisi kegiatan usaha, dukungan ekonomi, serta prioritas kebijakan fiskal di 2022," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

SPT Masa PPh Unifikasi

Beberapa wajib pajak mengalami kendala dalam proses pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) unifikasi. Kendala yang ditemui adalah munculnya notifikasi ‘Tidak Bisa Posting SPT sedang diproses’.

Terkait dengan kendala tersebut, contact center Ditjen Pajak (DJP) memberikan respons. Notifikasi ‘Tidak Bisa Posting SPT sedang diproses’ menunjukkan proses posting sedang dalam antrean masuk pada server. Simak ‘Dapat Notifikasi Tidak Bisa Posting SPT Sedang Diproses? Ini Kata DJP’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru