PMK 153/2020

Soal Insentif Pajak Kegiatan Litbang, DJP Bisa Lakukan Koreksi

Redaksi DDTCNews | Senin, 26 Oktober 2020 | 17:39 WIB
Soal Insentif Pajak Kegiatan Litbang, DJP Bisa Lakukan Koreksi

Ilustrasi. Mahasiswa memasukan cairan kimia ke botol takar untuk mengetahui khasiat daun dan kulit buah untuk dijadikan obat tradisional di Kampus Politeknik Bina Husada Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (10/6/2020). ANTARA FOTO/Jojon/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menjelaskan pengawasan pelaksanaan insentif pajak super deduction kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang) tetap bisa dilakukan melalui koreksi oleh Ditjen Pajak (DJP).

Analis Kebijakan Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Syarif Ibrahim Busono Adi mengatakan DJP bisa melakukan koreksi terhadap pengurangan penghasilan bruto yang dibebankan kepada wajib pajak jika memenuhi tiga kriteria. Koreksi oleh DJP diatur dalam Pasal 11 PMK 153/2020.

Pertama, DJP bisa melakukan koreksi jika wajib pajak memanfaatkan fasilitas tanpa memiliki notifikasi. Kondisi ini terjadi karena wajib pajak tidak memperoleh pemberitahuan kesesuaian pemenuhan ketentuan untuk memperoleh fasilitas pengurangan penghasilan bruto dari kegiatan Litbang.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

"Jadi WP tidak memiliki notifikasi baik dari Kemenperin atau Kemenristek untuk memperoleh fasilitas super deduction kegiatan Litbang," katanya dalam sosialisasi daring Kemenperin tentang PMK 153/2020, Senin (26/10/2020).

Kedua, kewenangan DJP melakukan koreksi tambahan jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban pelaporan. Wajib pajak penerima manfaat tidak menyampaikan laporan kegiatan dan biaya penelitian atau tidak menyampaikan laporan penghitungan pemanfaatan super deduction kegiatan Litbang.

Ketiga, koreksi bisa dilakukan jika wajib pajak tidak membuat laporan dengan benar. Skema ketiga ini dilakukan wajib pajak tidak melaporkan besaran dan jenis biaya penelitian dan pengembangan dengan benar kepada otoritas.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

"Jadi ada opsi untuk koreksi oleh DJP, tapi itu akan dilakukan dengan cara imbauan dulu kepada wajib pajak," terang Ibrahim.

Seperti diketahui, wajib pajak yang melakukan kegiatan Litbang tertentu di Indonesia dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300%. Pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% tersebut meliputi dua hal.

Pertama, pengurangan penghasilan bruto sebesar 100% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Litbang. Kedua, tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar paling tinggi 200% dari akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Litbang dalam jangka waktu tertentu.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Adapun besaran tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% tersebut diberikan tergantung pada kondisi kegiatan Litbang yang dilakukan wajib pajak. Secara lebih terperinci, tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% itu meliputi 4 rentang persentase.

Pertama, tambahan 50% jika Litbang menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT yang didaftarkan di kantor paten atau kantor PVT dalam negeri. Kedua, 25% jika Litbang menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT yang didaftarkan di dalam negeri dan luar negeri.

Ketiga, 100% jika Litbang mencapai tahap komersialisasi. Keempat, 25% jika kegiatan Litbang menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT dan/atau mencapai tahap komersialisasi dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga litbang pemerintah dan/atau lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Minggu, 20 Oktober 2024 | 08:00 WIB CORETAX SYSTEM

Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN