Ilustrasi. Mahasiswa memasukan cairan kimia ke botol takar untuk mengetahui khasiat daun dan kulit buah untuk dijadikan obat tradisional di Kampus Politeknik Bina Husada Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (10/6/2020). ANTARA FOTO/Jojon/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menjelaskan pengawasan pelaksanaan insentif pajak super deduction kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang) tetap bisa dilakukan melalui koreksi oleh Ditjen Pajak (DJP).
Analis Kebijakan Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Syarif Ibrahim Busono Adi mengatakan DJP bisa melakukan koreksi terhadap pengurangan penghasilan bruto yang dibebankan kepada wajib pajak jika memenuhi tiga kriteria. Koreksi oleh DJP diatur dalam Pasal 11 PMK 153/2020.
Pertama, DJP bisa melakukan koreksi jika wajib pajak memanfaatkan fasilitas tanpa memiliki notifikasi. Kondisi ini terjadi karena wajib pajak tidak memperoleh pemberitahuan kesesuaian pemenuhan ketentuan untuk memperoleh fasilitas pengurangan penghasilan bruto dari kegiatan Litbang.
"Jadi WP tidak memiliki notifikasi baik dari Kemenperin atau Kemenristek untuk memperoleh fasilitas super deduction kegiatan Litbang," katanya dalam sosialisasi daring Kemenperin tentang PMK 153/2020, Senin (26/10/2020).
Kedua, kewenangan DJP melakukan koreksi tambahan jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban pelaporan. Wajib pajak penerima manfaat tidak menyampaikan laporan kegiatan dan biaya penelitian atau tidak menyampaikan laporan penghitungan pemanfaatan super deduction kegiatan Litbang.
Ketiga, koreksi bisa dilakukan jika wajib pajak tidak membuat laporan dengan benar. Skema ketiga ini dilakukan wajib pajak tidak melaporkan besaran dan jenis biaya penelitian dan pengembangan dengan benar kepada otoritas.
"Jadi ada opsi untuk koreksi oleh DJP, tapi itu akan dilakukan dengan cara imbauan dulu kepada wajib pajak," terang Ibrahim.
Seperti diketahui, wajib pajak yang melakukan kegiatan Litbang tertentu di Indonesia dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300%. Pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% tersebut meliputi dua hal.
Pertama, pengurangan penghasilan bruto sebesar 100% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Litbang. Kedua, tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar paling tinggi 200% dari akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Litbang dalam jangka waktu tertentu.
Adapun besaran tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% tersebut diberikan tergantung pada kondisi kegiatan Litbang yang dilakukan wajib pajak. Secara lebih terperinci, tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% itu meliputi 4 rentang persentase.
Pertama, tambahan 50% jika Litbang menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT yang didaftarkan di kantor paten atau kantor PVT dalam negeri. Kedua, 25% jika Litbang menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT yang didaftarkan di dalam negeri dan luar negeri.
Ketiga, 100% jika Litbang mencapai tahap komersialisasi. Keempat, 25% jika kegiatan Litbang menghasilkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak PVT dan/atau mencapai tahap komersialisasi dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga litbang pemerintah dan/atau lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.