Senior Partner DDTC Danny Septriadi mengupas Bab 4 buku Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan.
JAKARTA, DDTCNews – Secara teori, sistem pengenaan pajak penghasilan (PPh) dapat didasarkan pada dua model, yaitu global income tax system (global taxation) dan schedular income tax system (schedular taxation).
Senior Partner DDTC Danny Septriadi mengatakan pembahasan mengenai sistem pengenaan PPh ini dibahas dalam Bab 3 buku Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan. Buku ke-10 terbitan DDTC tersebut sudah resmi diluncurkan bersamaan dengan momentum HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia dan HUT ke-13 DDTC.
Sistem global taxation merupakan sistem yang mengenakan penghasilan berdasarkan accretion concept. Sementara schedular taxation merupakan sistem yang dikenal dengan istilah source concept. Simak pula artikel ‘Tidak Ada Definisi Penghasilan yang Diterima Secara Universal’.
“Pada praktiknya, kedua sistem tersebut diterapkan secara bersama-sama oleh banyak negara, termasuk Indonesia,” katanya dalam webinar ‘Peluncuran dan Kupas Buku Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan’, Senin (31/8/2020).
Dalam buku yang ditulisnya bersama Managing Partner DDTC Darussalam dan Expert Consultant DDTC Khisi Armaya Dhora ini dibahas mengenai perbedaan karakteristik serta kelebihan dan kekurangan kedua sistem pengenaan PPh.
Danny mengatakan sistem global taxation menerapkan tarif PPh tunggal dan bersifat progresif atas keseluruhan penghasilan, sedangkan schedular taxation menerapkan tarif pajak berbeda atas setiap kategori penghasilan.
Ditinjau dari kelebihannya, sistem global taxation, sambung dia, dianggap sebagai sistem pengenaan pajak yang paling adil karena mencerminkan ability-to-pay. Sementara sistem schedular taxation dianggap lebih mudah diterapkan bagi negara yang belum memiliki sistem administrasi yang canggih.
Kekurangannya, penerapan administrasi dianggap sulit mengingat sistem global taxation mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang bersumber dari mana pun. Sementara kekurangan dari sistem schedular taxation adalah pengelompokkan penghasilannya berdasarkan sumber sehingga akan menimbulkan beban administrasi bagi otoritas pajak.
Selain membahas mengenai sistem pengenaan PPh, dalam webinar itu, Danny juga mengupas Bab 5 tentang sistem pemajakan atas perseroan dan orang pribadi sebagai pemagang sahamnya. Penghasilan yang diterima orang pribadi dan perseroan dikenai pajak secara terpisah.
“Setiap negara memiliki sistem yang berbeda-beda dalam mengatur pemajakan atas perseroan dikaitkan dengan pemegang saham orang pribadi,” katanya.
Di dalam buku setebal 570 halaman tersebut, ada pembahasan mengenai studi komparasi sistem pemajakan atas perseroan di beberapa negara. Selain itu, ada pula perbandingan bentuk pemajakan atas perseroan di Indonesia dengan negara Asean lainnya.
Dalam webinar tersebut, Danny juga mengupas Bab 6 mengenai subjek PPh. Seperti diketahui, PPh merupakan jenis pajak subjektif. Dengan demikian, subjek pajak mempunyai arti yang sangat penting dalam penerapan sistem PPh.
“Penentuan subjek pajak juga menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan apakah suatu pihak wajib atau tidak memenuhi kewajiban pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya,” imbuh Danny.
Secara konsep, sambungnya, subjek pajak merupakan person yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Untuk menentukan subjek pajak, undang-undang harus dirancang sedemikian rupa sehingga ketentuannya jelas dan komprehensif. Rancangan juga mencakup penggolongan dari setiap subjek pajak.
Umumnya, subjek pajak dalam penerapan PPh digolongkan menjadi subjek pajak orang pribadi dan badan. Kemudian, subjek pajak orang pribadi memiliki dua model, yaitu model orang pribadi dan model keluarga. Sementara itu, subjek pajak badan mencakup perusahaan, bentuk-bentuk kemitraan, atau bentuk badan lainnya.
Seperti diketahui, terbitnya buku ini juga menjadi wujud konkret dari misi menghilangkan informasi asimetris di dalam masyarakat pajak Indonesia serta berkontribusi dalam perumusan kebijakan pajak demi menjamin transformasi sistem pajak yang seimbang.
Terbitnya buku ini juga menjadi wujud nyata komitmen DDTC untuk tetap produktif di tengah pandemi Covid-19. Hal ini sesuai dengan tagline HUT ke-13 DDTC, yaitu Stay Safe, Remain Productive. Simak pula artikel 'Resmi Diluncurkan, Lebih dari 500 Buku Baru DDTC Dibagikan Gratis'. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Sebagai anak muda yang peduli akan bangsa Indonesia, saya menekuni bidang perpajakan ini, saya melihat masih banyak ketidaktahuan wajib pajak yang sebenarnya menyimp potensi. Semoga dengan buku ini saya menjadi semakin paham akan dunia perpajakan Indonesia