RESUME putusan peninjauan kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai tanggung jawab renteng atas pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN). Sebagai informasi, dalam perkara ini, wajib pajak melakukan pembelian barang kena pajak (BKP) serta jasa kena pajak (JKP) dari PT X dan PT Y.
Otoritas pajak menyatakan terhadap transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan PT X dan PT Y belum dikenakan PPN sehingga menyebabkan kurang bayar. Terhadap PPN yang belum dipungut tersebut, otoritas pajak menagihkannya kepada wajib pajak. Menurut otoritas pajak, dalam kasus ini, wajib pajak bertindak sebagai pembeli yang memiliki tanggung jawab secara renteng atas PPN yang belum dipungut serta dilaporkan tersebut.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak sepakat dengan koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Perlu dipahami, PT X belum dikukuhkan sebagai PKP sehingga tidak dapat membuat faktur pajak dan juga tidak dapat memungut PPN. Sementara itu, terkait dengan transaksi wajib pajak dengan PT Y, seharusnya otoritas pajak menagih PPN yang terutang kepada PT Y terlebih dahulu.
Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan koreksi otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan PT X seharusnya tidak dikenai PPN. Sebab, PT X belum dikukuhkan sebagai PKP sehingga belum boleh membuat faktur pajak serta memungut PPN.
Selain itu, terhadap transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan PT Y, otoritas pajak tidak dapat serta merta menagihkan PPN atas suatu transaksi kepada wajib pajak selaku pembeli. Otoritas pajak seharusnya menagihkan PPN yang belum dilaporkan tersebut kepada PT Y.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan. Dengan demikian, Pengadilan Pajak mengabulkan seluruhnya permohonan banding wajib pajak.
Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put-74609/PP/M.IIA/16/2016 tanggal 28 September 2016, otoritas pajak mengajukan permohonan PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 12 Januari 2017.
Pokok permasalahan sengketa pajak ini adalah koreksi DPP PPN atas tanggung jawab renteng masa pajak Maret 2013 senilai Rp478.448.404 yang tidak dapat dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK melakukan pembelian BKP serta JKP dari PT X dan PT Y. PT X merupakan perusahaan yang belum dikukuhkan sebagai PKP. Sementara PT Y merupakan perusahaan yang sudah dikukuhkan sebagai PKP.
Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, Pemohon PK menemukan fakta transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan PT X dan PT Y belum dipungut PPN. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan tidak adanya faktur pajak atas penyerahan BKP dan JKP tersebut. Selain itu, Termohon PK juga tidak dapat menunjukkan bukti PPN atas transaksi tersebut telah dilaporkan serta dibayarkan kepada Pemohon PK.
Adapun terhadap PPN yang belum dipungut tersebut, Pemohon PK menagihkannya kepada Termohon PK. Menurut Pemohon PK, Termohon PK sebagai pihak pembeli memiliki tanggung jawab secara renteng atas PPN yang belum dipungut serta dilaporkan tersebut.
Dalil Pemohon PK di atas juga telah sesuai dengan ketentuan Pasal 16F Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). Adapun Pasal 16F UU PPN mengatur bahwa pembeli BKP atau penerima JKP bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak sepanjang tidak dapat menunjukan bukti pajak telah dibayar.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan penagihan PPN yang kurang dibayar kepada Termohon PK.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK. Terkait dengan transaksi Termohon PK dengan PT X, faktur pajak memang tidak dapat dibuat. Sebab, PT X saat itu belum dikukuhkan sebagai PKP.
Sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UU PPN, penjual yang belum dikukuhkan sebagai PKP tidak boleh membuat faktur pajak. Dengan tidak adanya faktur pajak, maka pemungutan PPN atas transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan PT X tidak dapat dilakukan.
Sementara itu, terkait dengan transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan PT Y, Pemohon PK seharusnya menagihkan PPN yang belum dilaporkan atas transaksi tersebut kepada PT Y. Berdasarkan fakta di persidangan, Pemohon PK belum menagih PPN atas transaksi jual beli tersebut kepada PT Y.
Menurut Termohon PK, Pemohon PK tidak dapat serta merta menagihkan PPN yang belum dipungut tersebut kepada Termohon PK. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah benar. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi DPP PPN atas tanggung jawab renteng senilai Rp478.448.404 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung menilai putusan Pengadilan Pajak sudah benar. Dengan adanya putusan PK ini, Mahkamah Agung mengambil alih pertimbangan hukum sekaligus menguatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan PK tidak memiliki landasan yang jelas sehingga dinyatakan ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (zaka/kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.