RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Pengurusan Dokumen Tenaga Kerja Asing

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 23 Agustus 2024 | 19:00 WIB
Sengketa PPN atas Pengurusan Dokumen Tenaga Kerja Asing

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi PPN atas biaya pengurusan dokumen dan perizinan tenaga kerja asing (TKA).

Otoritas pajak berpendapat bahwa pajak masukan atas biaya pengurusan dokumen TKA tersebut tidak bisa dikreditkan. Alasannya, biaya tersebut tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha wajib pajak. Biaya ini dianggap sebagai pemberian natura karena tujuan dari pengeluaran tersebut tidak secara spesifik berkaitan dengan kegiatan usaha yang dilakukan. Selain itu, wajib pajak juga tidak dapat melakukan konfirmasi atas biaya tersebut.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat bahwa pihaknya berhak mengkreditkan pajak masukan atas biaya pengurusan dokumen TKA tersebut. Menurut wajib pajak, biaya ini adalah 'keharusan hukum' yang wajib dipenuhi untuk mendapatkan izin kerja dan izin tinggal bagi TKA dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selain itu, wajib pajak juga telah memperoleh fotokopi bukti pembayaran dan pelaporan PPN atas pajak masukan tersebut dari vendor. Oleh karena itu wajib pajak berpendapat atas faktur pajak masukan tersebut dapat dikreditkan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa pajak masukan atas biaya pengurusan dokumen TKA tersebut dapat dikreditkan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 53299/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 19 Juni 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 22 Oktober 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya koreksi pajak masukan yang dapat dikreditkan senilai Rp320.000 untuk tahun pajak 2009.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan wajib pajak badan yang dalam menjalankan usahanya, mempekerjakan tenaga kerja dari negara lain.

Sehubungan dengan hal ini, Termohon PK mengeluarkan biaya untuk membantu pengurusan dokumen perizinan TKA terkait. Kemudian, Termohon PK mengkreditkan pajak masukan atas biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tersebut.

Oleh karena itulah Pemohon PK melakukan koreksi pajak masukan Termohon PK. Setidaknya terdapat dua argumentasi Pemohon PK untuk mempertahankan koreksi pajak masukan atas biaya pengurusan dokumen TKA.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Pertama, koreksi pajak masukan sebesar Rp320.000 seharusnya dapat dipertahankan karena biaya pengurusan dokumen TKA tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha Termohon PK. Oleh karena itu, pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN.

Untuk menentukan apakah pajak masukan berkaitan langsung dengan kegiatan usaha, acuan utamanya adalah Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN beserta penjelasannya. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pengeluaran yang berrkaitan langsung dengan kegiatan usaha mencakup biaya untuk produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen yang berlaku di semua jenis usaha.

Berdasarkan ketentuan pasal yang dimaksud, Pemohon PK menilai bahwa biaya pengurusan dokumen TKA tidak secara spesifik berkaitan dengan kegiatan usaha yang dilakukan Termohon PK. Adapun terhadap biaya tersebut dianggap sebagai pemberian natura yang tidak memenuhi syarat untuk dikreditkan.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Kedua, Termohon PK kurang tepat dalam menginterpretasi frasa 'berkaitan langsung dengan kegiatan usaha' sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN. Dalam hal ini, terdapat kekeliruan dalam menginterpretasi biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam konteks PPh Badan.

Padahal, Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN tegas membatasi jenis kegiatan yang pajak masukannya dapat dikreditkan, sehingga tidak semua biaya yang relevan dalam konteks PPh Badan otomatis berkaitan langsung dengan kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam UU PPN.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN dan penjelasannya, koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK atas pengkreditan pajak masukan terkait biaya pengurusan dokumen TKA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, koreksi tersebut dapat dianggap benar dan dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Sebaliknya, Termohon PK selaku wajib pajak tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK berargumen bahwa pajak masukan atas biaya pengurusan dokumen TKA berkaitan langsung dengan kegiatan usahanya.

Adapun dokumen-dokumen yang dimaksud ialah izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA), kartu izin tinggal terbatas (KITAS), surat keterangan lapor diri (SKLD), multiple re-entry permit (MERP) dan lain-lain.

Dalam hal ini, Termohon PK juga telah memperoleh fotokopi bukti pembayaran dan pelaporan PPN atas pajak masukan tersebut dari vendor. Oleh karena itu, atas faktur pajak masukan tersebut dapat dikreditkan.

Baca Juga:
PPN Rumah Masih Ditanggung Pemerintah, DJP Harap Ekonomi Meningkat

Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruh permohonan Termohon PK sehingga pajak yang harus dibayar menjadi nihil, sudah dianggap tepat dan benar. Mahkamah Agung mendasarkan keputusannya pada dua pertimbangan hukum berikut.

Pertama, koreksi Pajak Masukan sebesar Rp320.000 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, Mahkamah Agung menyatakan bahwa biaya pengurusan dokumen TKA yang didukung dengan bukti pembayaran dan pelaporan PPN dapat dikreditkan pajak masukannya. Biaya pengurusan dokumen TKA dapat dianggap memiliki hubungan langsung dengan biaya mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan. Oleh karena itu, tidak ada putusan Pengadilan Pajak yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan dan harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum membayar biaya perkara. (Felix Bahari Peter/sap)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS LOGISTIK

Kinerja Dwelling Time dalam 1 Dekade Terakhir

Selasa, 22 Oktober 2024 | 10:00 WIB KOTA PONTIANAK

Semarakkan HUT ke-253, Pemda Adakan Program Pemutihan Denda PBB-P2