RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan atas Jasa Perhotelan

DDTC Fiscal Research and Advisory | Kamis, 14 Oktober 2021 | 17:17 WIB
Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan atas Jasa Perhotelan

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pengkreditan pajak masukan atas jasa perhotelan. Perlu dipahami, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa perhotelan.

Wajib pajak menyatakan pada saat pembuatan dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) PPN masa pajak Mei 2008, wajib pajak tidak mengetahui jenis pajak masukan yang dapat dikreditkan dan tidak dapat dikreditkan. Setelah mengetahui hal tersebut, wajib pajak melaporkan SPT PPN masa pajak Juli 2009 dengan menihilkan kompensasi PPN dari masa pajak Mei 2008 sampai Juni 2009.

Sebelum otoritas pajak melakukan pemeriksaan, wajib pajak juga sudah melakukan pembetulan atas kesalahan pelaporan yang dilakukannya. Dengan demikian, otoritas pajak seharusnya tidak melakukan koreksi pajak masukan dan mengenakan sanksi administrasi kenaikan sebesar 100%.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sebaliknya, otoritas pajak menilai wajib pajak telah melakukan kesalahan dengan mengkreditkan pajak masukan atas jasa perhotelan dan menerima kompensasi pajak masukan. Padahal, wajib pajak seharusnya tidak dapat mengkreditkan pajak masukan dan memperoleh kompenasi tersebut. Sebab, jasa perhotelan yang dijalankan wajib pajak dikecualikan dari pengenaan PPN.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan secara implisit wajib pajak telah mengakui dan memahami mengenai tidak dapat dilakukannya pengkreditan pajak masukan atas penyerahan jasa perhotelan. Dengan begitu, koreksi otoritas pajak atas pengkreditan pajak masukan dan pengenaan sanksi kenaikan 100% dapat dipertahankan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak permohonan banding diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 71262/PP/M.IIIA/16/2016 tertanggal 1 Juni 2016, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 28 September 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi pengkreditan pajak masukan dan pengenaan sanksi administrasi kenaikan 100% senilai Rp2.008.767.431 yang dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Termohon PK dan putusan Pengadilan Pajak. Sengketa dalam perkara ini ialah mengenai pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan atas jasa perhotelan.

Pemohon PK menyatakan pada saat pembuatan dan pelaporan SPT PPN masa pajak Mei 2008, Pemohon PK tidak mengetahui jenis pajak masukan yang dapat dikreditkan dan tidak dapat dikreditkan. Pemohon PK baru memahami atas jasa perhotelan tidak dapat dikreditkan ketika pembuatan dan pelaporan SPT PPN masa pajak Juli 2009.

Setelah mengetahui hal tersebut, Pemohon PK melaporkan SPT PPN masa pajak Juli 2009 dengan menihilkan kompensasi PPN dari masa pajak Mei 2008 sampai Juni 2009. Sejak masa pajak Juli 2009, Pemohon PK tidak pernah lagi mengkreditan pajak masukan, melakukan kompensasi ke masa pajak berikutnya, ataupun melakukan klaim restitusi PPN.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Sebelum Termohon PK melakukan pemeriksaan, Pemohon PK juga sudah melakukan pembetulan atas kesalahan pelaporan yang dilakukannya. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK berpendapat Termohon PK seharusnya tidak melakukan koreksi pajak masukan dan mengenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%.

Terhadap dalil Pemohon PK tersebut, Termohon PK menolak semua pernyataan Pemohon PK. Termohon PK melakukan koreksi karena Pemohon PK telah melakukan pengkreditan pajak masukan atas jasa perhotelan dan menerima kompensasi pajak masukan.

Pemohon PK seharusnya tidak dapat mengkreditkan pajak masukan dan tidak berhak memperoleh kompensasi. Sebab, jasa perhotelan yang dijalankan Pemohon PK dikecualikan dari pengenaan PPN. Berdasarkan pada pertimbangan tersebut, Termohon PK menilai koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding tidak dapat dipertahankan. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi pajak masukan dan pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% senilai Rp2.008.767.431 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, Pemohon PK telah menihilkan jumlah kompensasi PPN masa pajak Mei 2008 sampai dengan Juni 2009 serta melakukan pembetulan. Koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan tersebut, Majelis Hakim memutuskan cukup bukti untuk mengabulkan seluruh permohonan dari Pemohon PK. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan harus membayar biaya perkara. Putusan PK ini diucapkan oleh Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 7 September 2017. (kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja