RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penetapan objek pajak pertambahan nilai (PPN) atas agunan yang diambil alih. Sebagai informasi, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak di bidang perbankan.
Dalam perkara ini, wajib pajak menerima agunan dari debitur untuk pemberian fasilitas kredit. Selanjutnya, terhadap agunan tersebut dijual ke pihak lain oleh wajib pajak karena debitur tidak dapat mengembalikan uang yang dipinjam.
Otoritas pajak menyatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat objek PPN atas penjualan agunan yang diambil alih tidak dipungut PPN oleh wajib pajak. Padahal, penjualan atas agunan yang diambil alih merupakan barang kena pajak yang atas penyerahannya dikenakan PPN.
Sebaliknya, wajib pajak berdalil penyerahan agunan yang diambil alih sebagai jaminan utang tersebut tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak. Sebab, dalam penyerahan tersebut, tidak terdapat pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh wajib pajak.
Selain itu, kegiatan penjualan agunan yang diambil alih untuk kepentingan pelunasan kredit macet tersebut merupakan bagian dari jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN. Oleh karena itu, penjualan agunan yang diambil alih kepada pihak lain tidak terutang PPN.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan agunan yang diambil alih dalam perkara ini secara substansial bukanlah milik wajib pajak.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dalam akta pemberian hak tanggungan, wajib pajak telah diberikan kuasa oleh debitur untuk menjual aktiva yang dijaminkannya apabila debitur cidera janji atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan agunan yang diambil alih tersebut tidak terutang PPN. Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan koreksi otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.
Meski demikian, atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak.
Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 57059/PP/M.IIIA/16/2014 tanggal 11 November 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 25 Februari 2015.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif atas dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas pengalihan aktiva agunan yang diambil alih senilai Rp36.592.094.891 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi positif karena berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat objek PPN atas penjualan agunan yang diambil alih tidak dipungut PPN oleh Termohon PK
Agunan yang diambil alih adalah aktiva yang diperoleh bank berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan. Selanjutnya, Termohon PK berdasarkan kuasa dari debitur dapat menjual agunan tersebut apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada Termohon PK. Menurut Pemohon PK, penjualan agunan yang diambil alih kepada pihak lain seharusnya terutang PPN.
Pemohon PK menilai penjualan agunan yang diambil alih oleh Termohon PK telah memenuhi tiga syarat sebagai penyerahan barang yang dikenakan pajak. Pertama, barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak.
Kedua, penyerahan barang kena pajak tersebut dilakukan di dalam daerah pabean. Ketiga, penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. Selain itu, penjualan agunan tersebut tidak termasuk kegiatan penyerahan jasa perbankan yang dikecualikan dari pengenaan PPN.
Lebih lanjut, Pemohon PK berdalil agunan yang diambil alih oleh Termohon PK merupakan aktiva yang telah menjadi hak Termohon PK. Dengan demikian, penjualan atas agunan tersebut termasuk kegiatan penyerahan barang kena pajak yang terutang PPN.
Pernyataan Pemohon PK tersebut didukung dengan Surat Dirjen Pajak No. S-193/PJ/2012 yang menyatakan penjualan barang kena pajak berupa agunan yang diambil alih termasuk penyerahan barang kena pajak yang dikenai PPN.
Termohon PK tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan pengusaha yang bergerak di bidang perbankan. Dalam perkara ini, Termohon PK menerima agunan dari debitur untuk pemberian fasilitas kredit.
Adapun agunan yang diambil alih tersebut hanya sebagai jaminan utang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak. Sebab, dalam penyerahan tersebut tidak terdapat pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh Termohon PK.
Selain itu, kegiatan penjualan agunan yang diambil alih untuk kepentingan pelunasan kredit macet tersebut merupakan bagian dari jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN. Oleh karena itu, penjualan agunan yang diambil alih kepada pihak lain tidak terutang PPN.
Pertimbangan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi positif DPP PPN barupa pengalihan aktiva agunan yang diambil alih senilai Rp36.592.094.891 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil oleh para pihak yang terungkap dalam persidangan, pendpaat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara ini, Mahkamah Agung berpendapat penjualan agunan yang diambil alih kepada pihak lain tidak terutang PPN. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.