RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pembebasan PPN Hasil Olahan TBS Sawit Tidak Dapat Dikreditkan

Hamida Amri Safarina | Rabu, 07 Juli 2021 | 17:53 WIB
Sengketa Pembebasan PPN Hasil Olahan TBS Sawit Tidak Dapat Dikreditkan

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas olahan tandan buah segar (TBS) sawit yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan.

Perlu dipahami, wajib pajak merupakan pengusaha yang memproduksi minyak kelapa sawit. Untuk mendukung kegiatan usahanya, wajib pajak memiliki perkebunan sawit sendiri yang menghasilkan TBS sawit. Terhadap TBS sawit yang dihasilkannya tidak dijual ke pihak lain, tetapi diolah wajib pajak menjadi produk crude palm oil (CPO) dan palm kernel.

Otoritas pajak menyatakan TBS sawit dan hasil olahannya tergolong sebagai barang strategis yang dibebaskan dari pemungutan PPN. Selain itu, penyerahan yang berkaitan dengan kegiatan usaha wajib pajak, seperti pembelian pupuk dan perlengkapan perkebunan lainnya, juga dibebaskan dari pengenaan PPN. Pajak masukan atas barang strategis, pembelian pupuk, dan pembelian perlengkapan perkebunan lainnya tersebut tidak dapat dikreditkan.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan penyerahan hasil olahan TBS sawit, pembelian pupuk, dan pembelian perlengkapan perkebunan lainnya tidak dibebaskan dari pemungutan PPN. Dengan demikian, pajak masukan atas penyerahan tersebut tetap dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak,

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak meyakini wajib pajak bergerak di industri minyak kelapa sawit dengan produk yang dijual ialah CPO dan palm kernel.

Penyerahan CPO dan palm kernel tersebut tidak dibebaskan dari pemungutan PPN sehingga tetap terutang PPN sebesar 10%. Terhadap penyerahan CPO dan palm kernel tersebut dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan.

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan dan penilaian Majelis Hakim Pengadilan Pajak, Majelis berkeyakinan dalil otoritas pajak tidak tepat. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 70098/PP/M.IIIA/16/ 2016 tanggal 14 April 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 1 Agustus 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif pajak masukan atas penyerahan TBS sawit untuk masa pajak Juni 2012 senilai Rp92.927.563 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan tidak setuju atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat penyerahan TBS sawit yang dilakukan pengkreditan pajak masukan. Padahal, seharusnya pengkreditan pajak masukan tidak dapat dilakukan atas penyerahan tersebut.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Sebab, TBS sawit dan hasil olahannya tergolong sebagai barang strategis yang dibebaskan dari pemungutan PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2007.

Selain itu, penyerahan yang berkaitan dengan kegiatan usaha Termohon PK, seperti pembelian pupuk dan perlengkapan perkebunan lainnya, juga dibebaskan dari pengenaan PPN. Oleh karena itu, pajak masukan atas penyerahan TBS sawit serta hasil olahannya, pembelian pupuk, dan perlengkapan perkebunan lainnya tidak dapat dikreditkan.

Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Perlu dipahami, Termohon PK merupakan pengusaha yang memproduksi minyak kelapa sawit. Untuk mendukung kegiatan usahanya, Termohon PK memiliki perkebunan sawit sendiri yang menghasilkan TBS sawit.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Terhadap TBS sawit yang dihasilkannya tidak dijual ke pihak lain, tetapi diolah Termohon PK menjadi produk CPO dan palm kernel. Kemudian CPO dan palm kernel tersebut dijual kepada para pelanggannya.

Menurut Termohon PK, penyerahan hasil olahan TBS sawit berupa CPO dan palm kernel dikenakan PPN sebesar 10%. Selain itu, atas pembelian pupuk dan perlengkapan perkebunan lainnya juga tetap dikenakan PPN.

Pernyataan Termohon PK tersebut sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 juncto Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. 24/PJ/2014 yang mengatur hasil olahan TBS sawit tidak termasuk sebagai barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Dengan kata lain, terhadap penyerahan CPO, palm kernel, pupuk, dan perlengkapan perkebunan lainnya tetap dikenakan PPN. Kemudian, seluruh pajak masukan atas penyerahan tersebut dapat dilakukan pengkreditan pajak.

Sengketa terkait dengan pengkreditan pajak masukan atas hasil olahan TBS sawit ini sudah pernah terjadi dan telah memiliki kekuatan hukum tetap. Adapun putusan Pengadilan Pajak terkait sengketa yang dimaksud ialah Putusan No. Put. Put.56022/PP/M.IVB/16/2014, Put.44394/PP/M.I/16/2013, dan Put.36474/PP/M.XII/16/2012.

Dalam putusan Pengadilan Pajak tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan penyerahan hasil olahan TBS sawit dikenakan PPN dan dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan. Mengacu pada uraian di atas, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tersebut tidak dapat dibenarkan sehingga harus ditolak.

Baca Juga:
PPN Rumah Masih Ditanggung Pemerintah, DJP Harap Ekonomi Meningkat

Pertimbangan Mahkamah Agung

Mahkamah Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi positif pajak masukan atas penyerahan TBS sawit untuk masa pajak Juni 2012 senilai Rp92.927.563 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, Mahkamah Agung berpendapat produk olahan TBS sawit berupa CPO dan palm kernel merupakan barang strategis yang atas penyerahannya dikenakan PPN. Terhadap penyerahan CPO dan palm kernel tersebut dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Adapun objek yang dibebaskan dari pemungutan PPN ialah TBS sawit yang belum diolah. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan fakta dan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, alasan permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja