RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi Fiskal Positif Biaya Penyusutan Bangunan dan Mesin

Rinaldi Adam Firdaus | Jumat, 13 Oktober 2023 | 17:20 WIB
Sengketa Koreksi Fiskal Positif Biaya Penyusutan Bangunan dan Mesin

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi fiskal positif terhadap biaya penyusutan bangunan dan mesin senilai Rp24.776.107.039 untuk tahun pajak 2007.

Otoritas pajak berpendapat penetapan nilai perolehan aktiva tetap berupa bangunan dan mesin didasari oleh harga perolehan tanpa memperhitungkan selisih kurs sebagai bagian dari harga perolehan aktiva tetap. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) UU PPh dan paragraf 14 PSAK 16.

Di sisi lain, wajib pajak berpendapat nilai tersebut ditetapkan berdasarkan pada harga perolehan ditambah dengan kerugian selisih kurs atas pembelian aktiva tetap.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi fiskal positif terhadap biaya penyusutan bangunan dan mesin yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak tepat.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.32292/PP/M.XI/15/2011 tanggal 28 Juni 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Oktober 2011.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi fiskal positif terhadap biaya penyusutan bangunan dan mesin senilai Rp24.776.107.039 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Adapun persoalan dalam sengketa ini berkaitan dengan perbedaan penetapan nilai perolehan aktiva tetap berupa bangunan dan mesin yang menjadi dasar penghitungan penyusutan antara Pemohon PK dan Termohon PK.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Perbedaan penentuan nilai aktiva sebagai dasar penghitungan penyusutan tersebut menyebabkan adanya koreksi fiskal positif terhadap biaya penyusutan bangunan dan mesin yang dilakukan oleh Pemohon PK.

Menurut Pemohon PK, dalam penghitungan penyusutan, nilai perolehan aktiva tetap berupa bangunan dan mesin seharusnya ditetapkan berdasarkan harga perolehan aktiva tetap tersebut. Sebab, Pasal 11 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983 s.t.d.d. UU No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) telah mengatur penyusutan dilakukan sesuai dengan metode yang dianut oleh Pemohon PK dan berdasarkan harga perolehan.

Adapun perhitungan harga perolehan tersebut mengacu pada paragraf 14 PSAK 16 yang menyatakan biaya perolehan suatu aktiva tetap terdiri dari harga beli, termasuk bea impor dan PPN masukan non-refundable. Selain itu, harga perolehan juga mencakup setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Selanjutnya, contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung, yaitu biaya persiapan tempat; biaya pengiriman awal, biaya simpan dan bongkar-muat (handling); biaya pemasangan­; dan biaya profesional seperti arsitek dan insinyur.

Merujuk pada pertimbangan di atas, Pemohon PK berpendapat dalam menghitung penyusutan, nilai perolehan aktiva tetapnya harus ditentukan berdasarkan harga perolehan aktiva tersebut tanpa memperhitungkan kerugian selisih kurs.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK berpendapat penetapan nilai perolehan aktiva tetap berupa bangunan dan mesin seharusnya mengacu pada harga perolehan ditambah dengan kerugian selisih kurs atas pembelian aktiva tetap tersebut.

Baca Juga:
Sengketa atas Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

Perlu diketahui, materi sengketa serupa sudah pernah terjadi sebelumnya dan diputuskan dalam Putusan Pengadilan Pajak No. Put.19662/PP/M.VI/15/2009 dan Put.24009/PP/M.VI/15/2010. Dalam kedua putusan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan dalam menghitung penyusutan fiskal, penetapan besaran nilai perolehan aktiva tetap mengacu pada harga perolehan ditambah dengan kerugian selisih kurs.

Dengan berdasarkan pada putusan hakim terdahulu, penetapan besaran nilai perolehan aktiva tetap dalam perkara ini seharusnya juga mengacu pada harga perolehan ditambah dengan kerugian selisih kurs.

Dengan demikian, pehitungan biaya penyusutan bangunan dan mesin untuk tahun pajak 2007 yang dilakukan oleh Termohon PK sudah benar sehingga koreksi yang ditetapkan oleh Pemohon PK harus dibatalkan.

Baca Juga:
BPN Dibentuk, Pengadilan Pajak Harus Hadir untuk Lindungi Hak WP

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put.32292/PP/M.XI/15/2011 yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar.

Mahkamah Agung menyatakan alasan-alasan permohonan PK tentang koreksi fiskal positif terkait biaya penyusutan bangunan dan mesin tidak dapat dibenarkan. Menurut Mahkamah Agung, pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan No. Put.32292/PP/M.XI/15/2011 sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e UU 14/2022.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja