RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

Abiyoga Sidhi Wiyanto | Jumat, 05 April 2024 | 17:30 WIB
Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa koreksi positif peredaran usaha dan koreksi negatif atas harga pokok penjualan (HPP).

Otoritas pajak melakukan koreksi atas peredaran usaha wajib pajak. Otoritas berpendapat bahwa ada sebagian arus kas masuk yang tidak dapat dianggap sebagai utang. Hal itu dikarenakan dalam surat pengakuan utang yang dibuat oleh wajib pajak tidak terdapat nominal pinjaman yang jelas.

Selain itu, otoritas pajak juga melakukan koreksi negatif atas HPP. Dalam hal ini, otoritas pajak berpendapat bahwa jika sebagian arus kas keluar dianggap sebagai pelunasan utang tidaklah tepat. Atas arus kas keluar tersebut merupakan pembelian yang dilakukan Termohon PK.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan sebagian arus kas masuk tersebut berstatus pinjaman dan tidak seluruhnya merupakan penjualan. Selain itu, adanya arus kas keluar tidak seluruhnya merupakan pembelian, tetapi ada juga pengambilan prive, pelunasan utang, dan pengeluaran lainnya.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa sebagian koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak tepat.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Februari 2012.

Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, adanya koreksi positif peredaran usaha senilai Rp3.344.225.670. Kedua, adanya koreksi negatif harga pokok penjualan senilai Rp889.757.801 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini terdapat 2 pokok sengketa yang menyebabkan pajak terutang menjadi kurang bayar. Pertama, berkaitan dengan koreksi positif peredaran usaha.

Hasil pengujian arus kas telah memperhitungkan adanya aliran kas masuk yang bukan merupakan penjualan. Namun, Pemohon PK tidak setuju dengan penyesuaian yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengklasifikasikan arus kas masuk sebagai penerimaan pinjaman, penerimaan lain-lain, dan setoran tunai dari kas.

Sebab, atas arus kas yang dianggap sebagai pinjaman tersebut tidak disertai alat bukti yang cukup. Selain itu, dalam surat pengakuan utang tidak disebutkan nominal pinjaman yang diajukan kepada kreditur. Dengan demikian, penyesuaian yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak tepat.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kedua, terkait dengan koreksi negatif HPP, Pemohon PK dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sama-sama menggunakan pengujian arus kas terhadap rekening Termohon PK. Akan tetapi, menurut Pemohon PK, tindakan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menganggap sebagian arus kas keluar sebagai pelunasan utang tidaklah tepat.

Perlu dipahami bahwa atas arus kas keluar tersebut merupakan pembelian yang dilakukan Termohon PK. Berdasarkan pertimbangan di atas, koreksi positif peredaran usaha dan koreksi negatif HPP yang dilakukan Pemohon PK dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi peredaran usaha dan HPP yang tercantum dalam SKPKB yang diterbitkan oleh Pemohon PK. Terkait koreksi positif peredaran usaha, Termohon PK tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK bahwa seluruh aliran kas masuk tersebut adalah penjualan.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Pada faktanya, atas aliran kas masuk ke rekening Termohon PK tidak semuanya merupakan penjualan. Sebagian aliran kas masuk tersebut merupakan pinjaman yang diberikan dari pihak ketiga. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat pengakuan utang yang sah secara hukum.

Terkait pokok sengketa kedua, Termohon PK telah menegaskan bahwa aliran kas keluar tidak seluruhnya merupakan pembelian. Sebab, sebagian arus kas keluar tersebut merupakan pembayaran utang, prive, dan pengeluaran lainnya yang dilakukan Termohon PK.

Selain itu, Termohon PK juga telah memperhitungkan nilai saldo persediaan awal dan akhir yang akan menentukan nilai HPP. Berdasarkan pertimbangan di atas, Termohon PK berkesimpulan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan dan harus dibatalkan.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. PUT-34574/PP/M.IV/14/2011 yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Setidaknya terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan permohonan PK atas koreksi positif peredaran usaha senilai Rp3.344.225.670 dan koreksi negatif harga pokok penjualan senilai Rp889.757.801 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, Termohon PK telah mengakui bahwa pengujian arus kas dan general ledger serta bukti-bukti lain yang dinyatakan sudah tepat dan benar oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Baca Juga:
Soal Kenaikan PPN Jadi 12%, UMKM Tagih Pemerintah Beri Alasan Kuat

Oleh karena itu, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen