RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai bunga pinjaman yang tidak dipungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 26.
Perlu dipahami dalam perkara ini, wajib pajak telah meminjam sejumlah dana dari perusahaan yang berkedudukan di Singapura (X Co). Adapun transaksi utang piutang tersebut tertuang dalam loan agreement yang disepakati wajib pajak dengan X Co pada 1998.
Menurut otoritas pajak, terhadap transaksi utang piutang tersebut, terdapat objek PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang belum dipungut PPh Pasal 26. Berdasarkan pada UU No. 7 Tahun 1983 s.t.d.d. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), bunga yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri seharusnya dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20%.
Sebaliknya, wajib pajak beranggapan tidak ada bunga yang timbul atas pinjaman sejumlah dana kepada X Co. Dalam loan agreement yang disepakati wajib dengan X Co disebutkan pinjaman dana tidak akan dikenakan bunga terhitung sejak 1 Januari 2000.
Oleh karena itu, tidak terdapat PPh Pasal 26 bunga pinjaman yang terutang atas transaksi tersebut. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan wajib pajak. Selanjutnya, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding atas koreksi positif terhadap objek PPh Pasal 26 yang diberikan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pinjaman sejumlah dana dari X Co tidak dikenakan bunga sejak 1 Januari 2000.
Pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak tersebut sesuai dengan ketentuan dalam loan agreement pada 1998 yang disepakati wajib pajak dengan X Co. Oleh karena itu, tidak ada objek PPh Pasal 26 yang terutang atas transaksi pinjaman yang dilakukan wajib pajak dengan X Co.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding wajib pajak melalui Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 45844/PP/M.XVI/13/2013. Atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, otoritas pajak mengajukan PK pada 10 Oktober 2013
Pokok sengketanya adalah koreksi positif atas objek PPh Pasal 26 senilai Rp2.490.520.598 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan keberatan terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam memutus sengketa, Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perlu dipahami dalam perkara ini, Termohon PK telah meminjam sejumlah dana dari X Co yang berkedudukan di Singapura.
Adapun transaksi utang piutang tertuang dalam loan agreement yang disepakati pada 1998. Terhadap peminjaman dana tersebut kemudian dikonversikan menjadi tambahan modal dan telah disetujui dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
Menurut Pemohon PK, terhadap pinjaman dana yang telah dikonversikan menjadi modal tersebut terdapat objek PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang belum dipungut PPh Pasal 26. Berdasarkan pada UU PPh, bunga yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri seharusnya dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20%.
Selain itu, Pemohon PK juga berpendapat loan agreement yang telah disepakati Termohon PK dengan X Co tidak dapat membuktikan transaksi utang piutang tidak menimbulkan bunga pinjaman. Sebab, perjanjian tersebut dinilai tidak sah.
Dalam perjanjian tidak mencantumkan tanggal kontrak mulai berlaku atau tanggal ditandatangani. Berdasarkan pada uraian di atas, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi positif objek PPh Pasal 26.
Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK beranggapan tidak ada bunga yang timbul atas pinjaman sejumlah dana kepada X Co. Dalam loan agreement yang disepakati antara Termohon PK dan X Co disebutkan pinjaman dana tidak akan dikenakan bunga terhitung sejak 1 Januari 2000.
Oleh karena itu, tidak terdapat PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang terutang dari transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan X Co. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan Permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan yang dikemukakan Majelis Hakim Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi positif atas objek PPh Pasal 26 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, bukti-bukti yang disampaikan oleh Termohon PK sudah cukup memadai. Bukti pendukung yang diberikan oleh Termohon PK telah diperiksa, diputus, dan diadili Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan benar. Adapun putusan Mahkamah Agung ini menguatkan Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 45844/PP/M.XVI/13/2013.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. Putusan Mahkamah Agung ini diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 6 November 2017. (kaw)
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.