NERACA TRANSAKSI BERJALAN

Seminggu Lagi, PPh Impor 1.147 Komoditas Naik

Redaksi DDTCNews | Kamis, 06 September 2018 | 07:51 WIB
Seminggu Lagi, PPh Impor 1.147 Komoditas Naik

Suasana konferensi pers pada Rabu (5/9/2018)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akhirnya menaikkan tarif pajak penghasilan pasal 22 impor untuk 1.147 pos tarif atau komoditas. Langkah ini diambil untuk mengendalikan importasi komoditas yang berisiko semakin memperparah defisit neraca transaksi berjalan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sebanyak 1.147 pos tarif komoditas nonmigas ini merupakan hasil identifikasi Kemenkeu bersama Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kantor Staf Presiden.

“Instrumen fiskal PPh kami lakukan secara langsung memang bertujuan untuk mengendalikan impor barang-barang. Pemerintah lakukan langkah cepat sekaligus selektif di situasi yang tidak biasa saat ini,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (5/9/2018).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Adapun, 1.147 pos tarif itu terbagi menjadi tiga kategori sebagai berikut:

Pertama, 210 komoditas yang mengalami kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 dari 7,5% menjadi 10%. Kategori ini mencakup barang mewah seperti mobil CBU dan motor besar.

Kedua, 218 komoditas yang tarif PPh pasal 22-nya naik dari 2,5% menjadi 10%. Kategori ini meliputi barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik, sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak atau dapur.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

“Kita berharap industri dalam negeri bangkit karena selain memproteksi impor, dengan penguatan dolar [harga barang impor] menjadi lebih mahal,” kata Sri Mulyani.

Ketiga, 719 komoditas yang mengalami kenaikan tarif PPh pasal 22 dari 2,5% menjadi 7,5%. Komoditas yang masuk kategori ini merupakan barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya, seperti bahan bangunan, ban, kabel, dan produk tekstil.

“Barang substitusinya sudah ada di dalam negeri sehingga industri dalam negeri bisa mengisi,” katanya.

Baca Juga:
Inflasi Diekspektasikan Rendah, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Di sisi lain, pemerintah juga memutuskan tidak menyesuaikan tarif PPh pasal 22 sebesar 2,5% atas 57 item komoditas. Barang-barang yang masuk kelompok ini dinilai memiliki peranan besar untuk menjaga pasokan bahan baku dan berdampak pada perekonomian.

Pengendalian impor dengan kenaikan instrumen PPh 22 ini bukan hal baru yang dilakukan pemerintah. Pemerintah pernah memberlakukan kebijakan serupa pada 2013 dan 2015. Pada 2013, pemerintah menerbitkan PMK No.175/PMK.011/2013 juga untuk mengendalikan impor setelah Taper Tantrum.

Saat itu, pemerintah menaikkan tarif PPh pasal 22 atas 502 item komoditas konsumsi dari 2,5% menjadi 7,5%. Pada 2015, pemerintah melanjutkan kebijakan ini dengan menerbitkan PMK 107/PMK.010/2015.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Bergerak Dinamis, Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

Dengan PMK yang muncul pada 2015 itu, pemerintah menaikkan tarif PPh pasal 22 atas 240 item komoditas konsumsi dari 7,5% menjadi 10% atas barang konsumsi tertentu yang dihapuskan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)-nya.

Kali ini, beleid terbaru juga setingkat PMK dan sudah diteken oleh Sri Mulyani. Kendati masih dalam proses pengundangan (penomoran), beleid ini berlaku efektif 7 hari setelah diteken. Tanpa merinci jangka waktunya, Sri Mulyani menegaskan regulasi berlaku hingga ada keputusan dicabut oleh pemerintah.

Seperti diketahui, kondisi defisit neraca transaksi berjalan yang sudah lebih tinggi dari tahun lalu disebut-sebut turut berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Dalam beberapa hari terakhir, pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut mendekati Rp15.000 per dolar AS. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 29 Januari 2025 | 09:30 WIB KURS PAJAK 29 JANUARI 2025 - 04 FEBRUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Rabu, 22 Januari 2025 | 09:25 WIB KURS PAJAK 22 JANUARI 2025 - 28 JANUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 15 Januari 2025 | 16:25 WIB KEBIJAKAN MONETER

Inflasi Diekspektasikan Rendah, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Rabu, 15 Januari 2025 | 08:47 WIB KURS PAJAK 15 JANUARI 2025 - 21 JANUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Bergerak Dinamis, Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu