Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/7/2020). Rapat tersebut terkait penyampaian dan pengesahan RAPBN 2021 dan RKP Tahun 2021. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.
JAKARTA, DDTCNews—Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga akhir Juni 2020 mencapai Rp189,5 triliun atau turun 10,7% dari periode yang sama tahun lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut kontraksi realisasi penerimaan PPN dan PPnBM sebagai akibat pandemi Covid-19. Namun, lanjutnya, penerimaan hingga semester I/2020 mulai membaik ketimbang saat Mei 2020.
"Kondisi terburuk terjadi pada Mei, dan Juni masih mengalami kontraksi dalam tapi sedikit lebih baik dari Mei," katanya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Kamis (9/7/2020).
Dalam laporan pemerintah tentang pelaksanaan APBN semester I/2020, realisasi penerimaan PPN dan PPnBM hingga Juni mencapai 37,3% dari target pada Perpres No. 72/2020 sebesar Rp507,5 triliun.
Dokumen itu juga mencatat realisasi penerimaan PPN dan PPnBM setiap bulan sepanjang semester I/2020. Saat pandemi melanda, realisasi penerimaan tumbuh 2,5% pada kuartal I. Penerimaan makin melambat pada April, dan terkontraksi pada Mei dan Juni.
Pada kuartal I/2020, pertumbuhan positif PPN dan PPnBM ditopang oleh realisasi PPN dan PPnBM dalam negeri yang tumbuh tinggi. PPN dalam negeri tumbuh 10,3% dari periode yang sama tahun lalu dan PPnBM dalam negeri tumbuh 45,8%.
Pertumbuhan disebabkan stabilnya penyerahan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) selama kuartal I/2020 yang menandakan masih kuatnya konsumsi dalam negeri di awal pandemi Covid-19.
Namun, kondisi berbalik pada kuartal II/2020. Penerimaan PPN dan PPnBM terkontraksi dalam karena menurunnya setoran PPN dalam negeri hingga 7,9%. Padahal, PPN dalam negeri selama ini menjadi kontributor utama penerimaan PPN.
PPnBM dalam negeri juga turun tajam menjadi -27,1% seiring dengan melemahnya tingkat konsumsi rumah tangga akibat rendahnya daya beli masyarakat, investasi, serta pengeluaran pemerintah sebagai akibat terbatasnya aktivitas perekonomian.
Sementara itu, realisasi penerimaan PPN impor sepanjang paruh pertama mencapai Rp71,0 triliun atau terkontraksi 13,7% karena berlanjutnya tren perlambatan impor Indonesia sebagai dampak menurunnya aktivitas perdagangan global,
“Penurunan PPN impor dipicu oleh berkurangnya permintaan impor bahan baku dan bahan modal akibat aktivitas produksi sektor manufaktur domestik yang terhenti selama pembatasan sosial,” bunyi laporan tersebut. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.