BERITA PAJAK HARI INI

Sekitar 17% Restitusi Akibat Kekalahan Ditjen Pajak dalam Sengketa

Redaksi DDTCNews | Selasa, 19 November 2019 | 08:45 WIB
Sekitar 17% Restitusi Akibat Kekalahan Ditjen Pajak dalam Sengketa

Ilustrasi gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Kekalahan Ditjen Pajak (DJP) dalam sengketa melawan wajib pajak (WP) menjadi salah satu faktor tingginya restitusi yang sudah dicairkan hingga akhir Oktober 2019. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (19/11/2019).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan realisasi pencairan restitusi sepanjang Januari—Oktober 2019 tercatat senilai Rp132,5 triliun atau naik sekitar 12,4% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Dari jumlah tersebut, sekitar 17% atau senilai Rp22,5 triliun merupakan konsekuensi dari kekalahan otoritas pajak melawan WP di Pengadilan Pajak maupun Mahkamah Agung. Suryo mengungkapkan upaya keberatan, banding, hingga peninjuan kembali (PK) merupakan hal yang wajar.

Baca Juga:
BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

“Soal sengketa itu soal hak dan kewajiban wajib pajak. Mangga kalau ada yang kurang pas,” katanya.

Berdasarkan Laporan Tahunan DJP, jumlah sengketa yang diselesaikan DJP pada 2018 sebanyak 152.494 permohonan atau naik 52,37% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, penyelesaian sengketa di tingkat keberatan itu direspons WP ke tingkat banding di pengadilan pajak.

Jumlah gugatan yang masuk ke pengadilan pajak sampai akhir 2018 tercatat sebanyak 9.657 atau naik 74,5% dibandingkan dengan 2017 yang hanya 5.533 permohonan. Jumlah gugatan banding yang telah diputus sebanyak 62,4%. Dari jumlah tersebut, sebanyak 64.6% diantaranya dimenangkan WP.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Selain itu, pada tingkat PK di Mahkamah Agung, ada 3.249 perkara yang masuk. Dari jumlah tersebut, sebanyak 77,87% atau sekitar 2.530 merupakan upaya hukum luar biasa tersebut diajukan oleh DJP. Namun, sebanyak 96,5% PK yang diajukan DJP ditolak MA.

Pada saat ini, otoritas tengah menjalankan pembenahan di tingkat pemeriksaan. Langkah ini ditempuh dengan meningkatkan mutu perencanaan hingga eksekusi pemeriksaan. Salah satu upaya yang ditempuh adalah mengimplementasikan compliance risk management.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti masalah perlambatan pertumbuhan penerimaan pajak hingga Oktober 2019. Hal tersebut berisiko memperlebar proyeksi shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak. (Simak pula proyeksi DDTC Fiscal Research di sini)

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Jalur Pemeriksaan Masih Mendominasi

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pencairan restitusi paling besar melalui mekanisme pemeriksaan normal sesuai dengan Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dari nilai pencairan restitusi hingga akhir Oktober 2019 sekitar Rp132,5 triliun, pencairan melalui pemeriksaan normal itu mencapai Rp81 triliun atau mengambil porsi sekitar 61,1%. Sementara, pencairan melalui kebijakan restitusi dipercepat tercatat senilai Rp29 triliun atau sekitar 21,9%.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

“Kalau yang diperiksa itu memang normalnya begitu. Alamiahnya begitu,” tutur Suryo.

  • Penerimaan Melambat

Penerimaan perpajakan hingga akhir Oktober 2019 tercatat senilai Rp1.173,9 triliun atau hanya tumbuh 1,2%. Khusus untuk penerimaan pajak, realisasi pada periode itu hanya tumbuh 0,23%. Selanjutnya, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat senilai Rp333,3 triliun atau hanya tumbuh 3,2%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan lesunya kinerja penerimaan pada tahun ini tidak terlepas dari beberapa aspek yang mempengaruhi, tidak terkecuali faktor harga minyak yang di bawah asumsi dan nilai tukar rupiah yang lebih kuat.

  • Optimalisasi Data AEoI

Managing Partner DDTC Darussalam menyarankan agar DJP berupaya lebih keras untuk mengejar target penerimaan pajak tahun ini. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan mengoptimalisasi data yang didapat dari implementasi automatic exchange of information. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN