RUU HPP

RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Sarat Upaya Konsolidasi Fiskal

Redaksi DDTCNews | Jumat, 01 Oktober 2021 | 21:30 WIB
RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Sarat Upaya Konsolidasi Fiskal

Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Degup reformasi pajak masih bisa dirasakan melalui pembahasan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang kini dimatangkan pemerintah bersama parlemen.

Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji mengatakan ada 2 aspek utama yang diusung melalui RUU HPP yaitu upaya mewujudkan konsolidasi fiskal dan keadilan sistem pajak.

Transformasi dari RUU KUP tersebut juga melengkapi agenda perubahan regulasi perpajakan yang sudah tertuang dalam UU Cipta Kerja. Beleid yang juga bersifat omnibus tersebut lebih fokus kepada relaksasi dan mendorong investasi.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

"RUU HPP ini momentumnya pas melihat masa pemulihan ekonomi nasional yang diasumsikan mulai tahun depan. Jadi pemulihan ekonomi beriringan dengan pemulihan penerimaan pajak," kata Bawono dalam acara Hot Economy Berita Satu, Jumat (1/10/2021).

Bawono menjelaskan nuansa konsolidasi terlihat misalkan dari kebijakan yang diatur dalam RUU HPP yakni rencana kenaikan tarif PPN secara bertahap.

Menurutnya, perubahan tarif PPN secara bertahap merupakan jalan tengah pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan pajak. Di saat yang sama, rancangan aturan tersebut mendukung pemulihan ekonomi.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Selanjutnya, tarif PPh badan yang tetap 22% juga menjadi kejutan kecil dalam RUU HPP. Pasalnya, ketentuan UU No. 2/2020 yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 30/2020 lebih dulu mengatur penurunan tarif PPh badan menjadi 20% pada 2022.

Klausul tersebut agaknya didorong 2 hal. Selain menjaga stabilitas penerimaan PPh badan, klausul itu diperkirakan menjadi langkah antisipasi untuk menyesuaikan rencana pajak minimum global yang saat ini sedang dirumuskan konsensusnya.

Dalam konteks pajak korporasi dan risiko penghindaran pajak, Bawono juga mempertanyakan tidak adanya klausul terkait alternative minimum tax (AMT) dan general anti-avoidance rule (GAAR) dalam RUU versi yang beredar saat ini.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Selain itu, tetap masuknya opsi pajak karbon juga patut diberikan apresiasi. Terlebih pada draf RUU HPP disebutkan kalau pajak karbon bukan instrumen tunggal dalam menjawab tantangan perubahan iklim.

Jenis pajak baru itu juga diselaraskan dengan instrumen lain seperti skema perdagangan karbon dan memberikan ruang insentif bagi pelaku usaha yang mampu menekan emisi atau berkontribusi dalam upaya meningkatkan sumber energi baru dan terbarukan.

"Ciri kuat dari RUU HPP ini adalah konsolidasi fiskal dan keadilan. Ini menjadi upaya membuat tax ratio makin kokoh, karena perlu adanya terobosan kebijakan untuk mengatasi risiko stagnansi tax ratio dalam jangka menengah," imbuhnya.

Namun, di luar ketentuan pajak yang dibahas melalui RUU HPP, Bawono juga menyinggung bahwa reformasi perpajakan tidak bisa lepas dari proses politik yang berlangsung. Artinya, penentuan terkait subjek, objek, dan tarif pun pada akhirnya bermuara pada kesepakatan antara pemerintah dan parlemen. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan