INSENTIF FISKAL

Revisi Insentif DHE Segera Dirilis, Ini Rencana Perubahannya

Redaksi DDTCNews | Kamis, 04 Oktober 2018 | 10:11 WIB
Revisi Insentif DHE Segera Dirilis, Ini Rencana Perubahannya

Dirjen Pajak Robert Pakpahan.

JAKARTA, DDTCNews – Rencana revisi insentif fiskal untuk devisa hasil ekspor mulai mengerucut. Namun demikian, pemerintah memastikan tidak ada perubahan tarif pengenaan pajak penghasilan atas bunga simpanan yang bersumber dari devisa hasil ekspor.

Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan salah satu perubahan akan dilakukan dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan No. 26/PMK.010/2016 adalah adanya ketentuan terkait perpanjangan tenor penempatan devisa hasil ekspor (DHE).

“Kalau di aturan lama insentif hanya dapat sekali. Sekarang kita perbaiki, ketika [penempatan DHE] diperpanjang, maka tetap dapat insentif,” katanya di Kantor Pusat Ditjen Pajak (DJP), Rabu (3/10/2018).

Baca Juga:
Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Dalam aturan yang lama, pemberian insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan (PPh) hanya diberikan pada penempatan pertama. Dalam regulasi yang baru nanti, insentif tetap bisa diberikan bagi eksportir yang memperpanjang penempatan DHE-nya.

Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 26/PMK.010/2016 terkait pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat BI. Ini merupakan revisi beleid sebelumnya berupa Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001.

Sayangnya, pemotongan pajak ini belum banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Dari data Bank Indonesia (BI), 80% DHE yang disimpan di dalam negeri, hanya 15% yang dikonversikan ke rupiah.

Baca Juga:
Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Dalam beleid itu, Otoritas Fiskal membagi menjadi tiga kelompok untuk penetapan tarif. Pertama, PPh atas bunga dari deposito dalam dolar AS yang dananya bersumber dari DHE dan ditempatkan dalam negeri.

Untuk kelompok ini, pengenaan PPh yang bersifat final tebagi atas 4 tarif yakni 10% dari jumlah bruto (untuk deposito dalam jangka waktu 1 bulan), 7,5% (jangka waktu 3 bulan), 2,5% (jangka waktu 6 bulan), dan 0% (jangka waktu lebih dari 6 bulan).

Kedua, PPh atas bunga deposito dalam rupiah yang dananya bersumber dari DHE dan ditempatkan dalam negeri. Untuk kelompok ini, pengenaan PPh yang bersifat final terbagi atas 3 tarif sesuai dengan jangka waktu penyimpanan.

Baca Juga:
Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Ketiga tarif itu yakni 7,5% dari jumlah bruto (untuk deposito dalam jangka waktu 1 bulan), 5% (jangka waktu 3 bulan), dan 0% (jangka waktu hingga atau lebih dari 6 bulan).

Ketiga, PPh atas bunga dari tabungan dan diskonto SBI, serta bunga dari deposito selain kelompok pertama dan kedua (sumber di luar DHE). Tarif untuk PPh final untuk kelompok ini sebesar 20% dari jumlah bruto.

Tarif 20% tersebut berlaku bagi wajib pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap maupun WP luar negeri. Bagi WP yang berasal dari negara yang memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, tarif mengikuti perjanjian tersebut.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

“Kami perbaiki di rollover-nya, jadi pengurangan PPh atas hasil ekspor tetap menarik. Kalau dari sisi tarif tidak ada yang berubah,” tandas Robert.

Bos pajak tersebut menyampaikan revisi beleid terkait insentif fiskal terhadap DHE ini dalam tahap finalisasi dan akan rilis dalam waktu dekat. Selain perpanjangan pemberian insentif, aspek administrasi juga dipermudah.

Kemudahan administrasi ini salah satunya terkait penyederhanaan syarat penempatan deposito di bank yang sama. Eksportir tidak perlu melampirkan surat pernyataan eksportir. Selain itu, ada pula kemudahan dengan dibolehkannya penempatan deposito hasil ekspor pada bank yang berbeda dengan melampirkan surat pernyataan eksportir yang dilegalisasi oleh bank asal. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

BERITA PILIHAN
Sabtu, 28 Desember 2024 | 07:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Login Aplikasi Coretax DJP

Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?