PROYEK ANTI-BEPS

Responsif Sesuai Kebutuhan

Redaksi DDTCNews | Senin, 23 Mei 2016 | 13:06 WIB
Responsif Sesuai Kebutuhan

Ilustrasi. (oecd.org)

GLOBALISASI telah membuat aktivitas ekonomi lintas jurisdiksi kian meningkat, sehingga interaksi sistem pajak antarnegara menjadi tak terelakkan. Masalahnya, globalisasi tak diiringi konvergensi di bidang pajak karena masing-masing negara memiliki kedaulatan sendiri dalam merumuskan kebijakan perpajakannya.

Akibatnya, globalisasi memiliki efek samping berupa bocornya basis pemajakan suatu negara. Kebocoran ini setidaknya bersumber dari tiga hal, yakni melalui kompetisi pajak, penggelapan pajak ke luar negeri (offshore tax evasion) dan pengalihan laba (base erosion and profit shifiting/ BEPS) (Cobham, 2005).

Praktik BEPS sendiri terjadi akibat ketidakterpaduan sistem pajak antarnegara serta usangnya konsensus internasional atas alokasi hak pemajakan. Perusahaan multinasional lalu memanfaatkan situasi itu untuk menghindari pajak dalam rangka mengoptimalkan keuntungannya secara global.

Baca Juga:
Pemerintah Kaji Bentuk Insentif Pajak yang Sejalan dengan Pilar 2

Skema yang dilakukan bisa melalui manipulasi transfer pricing, menahan pembagian dividen, hingga hybrid financial instrument. Menurut estimasi OECD (2015), kerugian global akibat praktik BEPS ini berkisar 4%-10% dari penerimaan PPh badan global atau mencapai US$240 miliar per tahun.

Tentu, banyak negara menyadari dampak buruk BEPS.Tidak heran jika kini kebijakan anti penghindaran pajak adalah elemen penting desain kebijakan pajak. Namun, praktiknya tak banyak yang bisa dilakukan. Rangkaian upaya untuk mencegah BEPS berjalan sendiri-sendiri, dan akhirnya tidak efektif.

Padahal. isu penggerusan pajak ini para hakikatnya membutuhkan solusi global, yang dapat dilaksanakan oleh seluruh negara di dunia. Karena itu, aksi global ini juga membutuhkan kerja sama kuat antarnegara, baik itu negara maju maupun negara berkembang.

Baca Juga:
Ada Banyak Inisiatif Multilateral Perangi Profit Shifting, Efektifkah?

Hal inilah yang lantas coba dijawab Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) serta kelompok negara G2O melalui BEPS Action Plan 1-15 guna menangkal segala persoalan yang terkait dengan praktik pengalihan laba dan pengerusan basis pajak.

Indonesia sebagai anggota G20 otomatis ikut menyetujui rangkaian aksi tersebut untuk diterapkan baik dalam ketentuan domestik maupun bilateral (P3B). Namun, rangkaian aksi itu tentu tidak serta merta dapat direspons dan dilaksanakan sekaligus, bahkan harus dikaji dahulu relevansinya bagi Indonesia.

Hal ini juga tampak pada respons negara-negara lain. India misalnya, justru tidak banyak menerbitkan aturan yang berkaitan dengan aksi BEPS. Fokus India lebih kepada aksi 1 tentang ekonomi digital, karena menyadari bahwa negaranya merupakan pasar yang besar untuk produk ekonomi digital (UN, 2015).

Baca Juga:
Rezim Aset Tidak Berwujud Lokal Kunci Rasio Pajak Optimal

Adapun, Afrika memilih untuk mengorganisir terlebih dahulu lembaga regional seperti African Tax Administration Forum (ATAF) guna mengkaji relevansi penerapan aksi BEPS (Oguttu, 2015). Artinya, implementasi aksi BEPS membutuhkan kajian agar tindakan yang diambil menjadi relevan dan rasional.

Dengan kata lain, solusi mengatasi BEPS harus tetap disesuaikan dengan kebutuhan negara bersangkutan, yaitu dengan mempertimbangkan situasi sistem perpajakan dan sumber daya administrasi yang tersedia dalam menangani persoalan tersebut.

Hal ini sangat penting mengingat masih banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki sistem perpajakan nasional. Artinya, perlu keseimbangan antara upaya mengatasi persoalan pajak global, baik kompetisi pajak, offshore tax evasion, maupun praktik BEPS, dengan pembenahan fundamental pajak di Indonesia.

Baca Juga:
Tantangan Pajak Internasional: BEPS dan Pajak Minimum Global

Untuk itu, kajian kebijakan perpajakan internasional dan dampaknya terhadap penerimaan pajak nasional perlu lebih didorong. Hal ini dimaksudkan agar Indonesia tidak berjalan ke kancah globalisasi dan pajak internasional tanpa suatu tuntunan dan arah, dengan risiko terpapar kerugian yang lebih besar.

Tidak lupa, penguatan lembaga otoritas pajak serta tetap fokus pada agenda reformasi perpajakan yang telah direncanakan merupakan esensi dasar dalam memerangi praktik penggerusan basis pajak, sekaligus untuk menjaga komitmen pemerintah dalam membiayai pembangunan negara.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 04 Oktober 2024 | 09:17 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Kaji Bentuk Insentif Pajak yang Sejalan dengan Pilar 2

Selasa, 24 September 2024 | 15:15 WIB KULIAH UMUM DDTC-PERBANAS

Ada Banyak Inisiatif Multilateral Perangi Profit Shifting, Efektifkah?

Jumat, 06 September 2024 | 11:52 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Rezim Aset Tidak Berwujud Lokal Kunci Rasio Pajak Optimal

Selasa, 06 Agustus 2024 | 09:00 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Tantangan Pajak Internasional: BEPS dan Pajak Minimum Global

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN